Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Apa yang kita dapatkan dari Kopenhagen?

19 Desember 2009   16:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:52 166 0
Foto: greenzer.com Konferensi Perubahan Iklim yang berlangsung di Kopenhagen telah usai kemarin. Konferensi yang membahas dampak dari perubahan iklim ini dianggap sangat penting karena keterkaitannya yang begitu besar dengan kepentingan hampir seluruh umat manusia di dunia. Pemanasan global telah menyebabkan meningkatnya suhu bumi dan frekuensi badai. Apabila suhu bumi naik dua derajat celsius saja, maka dampaknya akan sangat parah. Bumi tidak akan terselamatkan, pulau-pulau kecil akan tenggelam karena muka air laut naik hingga 40 sentimeter, badai akan meningkat frekuensi dan intensitasnya, banjir akan semakin parah, terutama untuk kota-kota pantai seperti Jakarta dan Semarang, serta gelombang laut akan semakin meningkat seiring dengan pemanasan udara di atas permukaan laut yang meningkat. Malapetaka sudah akan terbayang di depan mata. Konferensi yang telah berlangsung 11 hari tersebut ternyata tidak lepas dari tarik ulur berbagai kepentingan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Pada hari pertama saja, di tengah suhu dingin udara Kopenhagen yang hampir nol derajat celcius, perdebatan panas tentang perbedaan cara pandang terhadap kerangka perjanjian sudah diperkirakan akan meningkat. Negosiasi masih dibayang-bayang kebuntuan terhadap komitmen negara maju mengenai jumlah emisi yang akan diturunkan. Perbedaan besar terjadi dalam kaitannya dengan persoalan Protokol Kyoto. AS, misalnya menawarkan angka 17 persen penurunan emisi pada 2020 dari level tahun 2005, yang besarnya ekivalen dengan 3 persen penurunan emisi dari level tahun 1990. Jelas angka ini jauh di bawah ketetapan Protokol Tokyo untuk negara-negara maju, yang tercantum dalam Annex 1, sebesar 15 persen. Untuk mempertahankan kenaikan maksimum 2 derajat celsius, dibutuhkan emisi hanya sampai 450 ppm. Untuk menahan emisi pada angka 450 ppm, perlu penurunan emisi 25 sampai 40 persen dari level emisi tahun 1990. Disayangkan bahwa isu mengenai air kurang mendapat perhatian dari para peserta Konferensi. Manajemen sumberdaya air kurang mendapat tempat dalam kerangka adaptasi yang sedang dibahas, mulai dari pembukaan, sasaran, cakupan, rencana aksi adaptasi hingga pembangunan kapasitas. Air dengan fungsi vitalnya akan menjadi masalah besar dan memicu konflik jika tidak diantisipasi sejak dini, sebagaimana hasil kajian dari the Global Public Policy Network on Water Management. Perlu dicatat bahwa pertemuan internasional yang penting ini telah selesai tanpa menghasilkan kesepakatan mengurangi emisi karbon, meski di akhir pembahasan para pemimpin dunia telah mendorong menyepakati kesepakatan baru mengenai perubahan iklim global. Rancangan teks kesepakatan hasil pertemuan Kopenhagen 2009 tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut: Target: Kenaikan suhu bumi, berdasarkan pertimbangan ilmu pengetahuan, tidak boleh lebih dari 2 derajat celsius. Diperlukan adanya tindakan yang luar biasa dan segera berbasis kerjasama intenasional yang lebih kuat Tindakan yang ambisius membutuhkan: (i) kepemimpinan negara maju; (ii) program adaptasi komprehensif dengan dukungan global; (iii) mengakui dampak kritis pada sejumlah negara rentan; dan (iv) pengurangan besar-besaran emisi rumah kaca secara global. Target Negara maju adalah untuk mengurangi secara agregat emisi gas rumah kaca, untuk anggota Annex 1, dengan jumlah X pada tahun 2020 dibandingkan dengan emisi 1990 dan Y pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2005. Target negara berkembang adalah melakukan mitigasi sesuai kondisi. Langkah mitigasi nasional dengan bantuan dari luar harus bisa diverifikasi. Pendanaan: Pendanaan perlu ditingkatkan, butuh dana baru dan tambahan. Para pihak harus mengumpulkan dana baru dan tambahan 30 milyar dolar AS untuk tahun 2010-2012. Dana dari berbagai sumber harus mencapai 100 milar dolar AS per tahun untuk memenuhi kebutuhan negara berkembang. Badan Copenhagen Climate Funds perlu didirikan untuk urusan operasional. Masa depan: Keputusan ini perlu dikaji lagi pada tahun 2016 - tidak boleh lebih dari itu - untuk mengadopsi instrumen hukum di bawah konvensi. Kembali kepada judul tulisan diatas, apa yang kita dapatkan dari pertemuan puncak di Kopenhagen tersebut? Meskipun perbedaan kepentingan antara negara maju dan negara berkembang sangat tajam, dan konsensus tidak tercapai, paling tidak pesan penting yang ingin disampaikan kepada masyarakat dunia sudah tersampaikan. Bahwa bumi akan menghadapi krisis yang sangat besar akibat pemanasan global. Malapetaka itu sudah ada di depan mata. Disisi lain, para pemimpin dunia masih berebut kepentingan dan membela kepentingannya masing-masing. Negara-negara maju seolah lupa akan dosa lamanya dalam mencemari lingkungan akibat revolusi industri pada abad kesembilan belas silam. Negara-negara sosialis seolah berebut simpati agar konsep sosialismenya bisa laku kembali. Bagaimana dengan kita? Diperlukan perubahan gaya hidup untuk menghadapi perubahan iklim ini. Tapi bagaimana mengubah gaya hidup tersebut? Dalam tatanan lokal yang lebih kita akrabi, perubahan gaya hidup sehari-hari bisa memberikan sumbangan terhadap pengurangan gas emisi. Sebagai contoh, jika satu juta orang mengubah gaya hidup dengan berbelanja bahan-bahan makanan produk lokal selama setahun, maka kita dapat mengurangi emisi CO2 hingga 625.000 ton. Contoh lain, menggunakan lampu hemat energi berarti menghemat energi sekitar 77 persen per lampu per tahun. Ini dapat mengurangi emisi CO2 sebanyak 152 kilogram per lampu per tahun. Jika satu juta orang mengurangi 10 persen sampahnya (misalnya dengan daur ulang atau menerapkan prinsip 3-R: reduce, reuse, recycle), maka kita bisa mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 600.000 ton. Apabila satu juta mobil mengubah bahan bakarnya dari bahan bakar konvensional menjadi bahan bakar dbiodiesel, maka kita bisa mengurangi 5,2 juta ton emisi CO2 per tahun. Jadi, marilah kita beramai-ramai mengubah gaya hidup kita, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, agar kita bisa mewarisi anak cucu kita bumi yang lebih sehat dan lebih ramah. Dirangkum dari berbagai sumber, terutama Harian Kompas dan Tempo Interaktif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun