Kalau PAM (Perusahaan Air Minum) di Indonesia masih berkutat masalah-masalah klasik seperti utang, tunggakan, SDM yang terbatas, staf yang tidak profesional, dan manajemen yang masih amburadul, maka PAM di Edinburgh (Skotlandia) sudah berinovasi dengan membangun instalasi pengolahan air yang tidak kasat mata. Bagaimana bisa? Mantra apa yang mereka gunakan sehingga bangunannya tidak terlihat? Tentu saja tidak ada mantra apa-apa.
Edinburgh adalah sebuah kota tua di Skotlandia. Dibangun tahun 1437, kota ini memiliki banyak kastil dan bangunan-bangunan tua, dan telah terdaftar sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1995. Tapi kota tua ini tidak kehilangan gagasan untuk berinovasi. Bangunan instalasi pengolahan yang sedang dibuat di Edinburgh, ibukota Skotlandia itu dibuat sedemikan rupa sehingga terlihat menyatu secara harmonis dengan alam disekitarnya.
Instalasi yang sedang dibangun untuk melayani masyarakat kota Edinburgh ini berkapasitas 175 juta liter per hari, atau sekitar 2000 liter/detik, sama dengan instalasi Karang Pilang III yang juga sedang dibangun di Surabaya, atau sepertiga dari kapasitas instalasi di Pejompongan, Jakarta. Bangunan yang dirancang oleh konsultan Black & Veatch itu menelan biaya sebesar 105 juta poundsterling atau sekitar 171 juta dolar AS (sekitar 1.7 trilyun rupiah), dan akan selesai pada bulan Juni 2011.
Proses pengolahannya sebenarnya standar, terdiri dari koagulasi, flokulasi dan penyaringan cepat yang dikombinasikan dengan apungan udara terlarut (dissolved air flotation), yang dikenal dengan Counter Current Dissolved Air Floation and Filtration (CoCoDAFF), dimana air limbah hasil proses pengolahan dialirkan kembali ke dalam proses. Air yang telah diolah kemudian dialirkan melalui pipa jenis HPPE (high performance polyethylene) berdiameter1,1 meter sepanjang 8 km.
Yang menarik dari instalasi pengolahan ini adalah bahwa semua bangunan akan dibuat terkubur di bawah tanah sedalam 12 meter, sehingga tidak terlihat sama sekali. Tanah hasil galian akan diurug diatas bangunan, sehingga tidak ada masalah pembuangan tanah hasil galian. Diatas bangunan diatasnya kemudian ditanami rumput seluruhnya. Gagasan ini berangkat dari konsep ‘zero visual impact’, dampak pandangan kosong, sehingga seolah menyatu dengan lingkungan sekitarnya.
Inovasi lain yang dikembangkan dalam proyek ini adalah pemasangan pipa jenis HPPE yang pertama kali dilakukan. Jadi pipa tidak dibawa ketempat pekerjaan, melainkan pabrik pipa yang bergerak (mobile plant) ditempatkan di lokasi pemasangan pipa dan memproduksi pipa sekaligus memasangnya ditempat.
Alasan digunakannya mobile plant adalah untuk efisiensi sehingga tidak memerlukan pengangkutan pipa berukuran besar yang akan sulit untuk diangkut. Dengan menggunakan pabrik pipa yang bergerak, maka panjang dan ukuran pipa dapat disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
Melihat inovasi yang dilakukan PAM Edinburg dan membandingkannya dengan yang dilakukan di negeri kita, saya melihat beberapa hal yang menarik. Pertama, gagasan membuat instalasi pengolahan yang terkubur mungkin tidak akan diterima oleh para pejabat kita. Pertama, kalau bangunannya terkubur alias tidak terlihat, lalu apa yang bisa dilihat dan dibanggakan? Terlebih lagi, para pejabat dan politisi kita ‘kan biasanya senang melakukan peresmian gunting pita pembukaan suatu bangunan yang megah dan mentereng?
Kedua, pemasangan pipa dengan membawa pabriknya langsung ke lapangan akan sulit dilaksanakan. Jalur pipa di kita umumnya melalui kawasan padat penduduk. Bagaimana mungkin membebaskan begitu banyak lahan hanya untuk melalukan pabrik pipa yang nantinya setelah selesai tidak akan digunakan lagi.
Lain ladang lain ikannya, lain negara lain caranya, begitulah mungkin alasan yang bisa kita gunakan. Tapi ada pelajaran yang bisa dipetik disini, yaitu inovasi yang tiada henti. Kita tidak usah bermimpi untuk membuat instalasi di bawah tanah. Cukup memikirkan bagaimana agar PAM kita berkinerja dengan baik, dan memberikan pelayanan yang prima, sehingga kita bisa minum air langsung dari keran air di rumah. Itu saja dulu, kalau bisa dilaksanakan sudah hebat sekali. Sederhana bukan? Tapi sampai kapan kita harus menunggu?
Disarikan dari Water 21, Magazine of the International Water Association, February 2010, dan berbagai sumber.