Pepatah yang mengatakan bahwa dunia tidak selebar daun kelor mungkin perlu ditinjau kembali. Pepatah ini, setahu saya, untuk memberi semangat kepada orang-orang yang berputus asa, yang merasa bahwa dunia ini begitu sempit seolah tidak ada lagi harapan baginya untuk menemukan kembali sesuatu yang hilang dari genggamannya, umumnya karena putus cinta ditinggal kekasih. Semakin dia tenggelam dalam kesedihannya, semakin pula dia merasa bahwa dunia itu sempit dan tidak ada tempat lagi baginya, dan pada puncaknya, bukan tidak mungkin dia memutuskan untuk bunuh diri, karena merasa sudah tidak ada lagi gunanya hidup di dunia.
Dalam konteks yang berbeda, sebagian orang memang melihat dunia ini terasa lebih sempit, karena dengan pengembangan teknologi komunikasi yangsedemikian pesatnya, jarak antara dua tempat yang berbeda di muka bumi ini menjadi lebih pendek. Dalam komunikasi dunia maya, jarak tersebut bahkan sudah tidak ada lagi, sudah hilang. Yang ada hanyalah perbedaan waktu diantara keduanya.
Thomas L. Friedman, pemenang hadiah Pulitzer tiga kali, menulis buku yang berjudul: “The World is Flat”, yang terdengar kontradiktif dengan temuan Columbus saat dia membuktikan bahwa dunia ini sebenarnya bundar , temuan terbesar umat manusia pada jamannya. Dalam bukunya setebal 639 halaman tersebut (yang baru saya baca sebagian), Friedman mencatat pengalaman dari perjalanannya ke Bangalore, India, dimana dia menyadari bahwa globalisasi telah benar-benar mengubah konsep ekonomi yang paling mendasar. Menurut pendapatnya, datarnya dunia ini merupakan produk dari konvergensi komputer pribadi dengan kabel mikro fiber-optik, dengan meningkatnya piranti lunak untuk alir kerja (work flow software). Friedman mencatat banyak contoh dari perusahaan yang ada di India dan Cina yang, dengan mengerahkan tenaga kerja mulai dari juru tik smpai akuntan dan pemrogram komputer, telah menjadi bagian yang integral dari suatu rantai pasokan global untuk perusahaan-perusahaan raksasa seperti Dell, AOL dan Microsoft. Memang diakui bahwa dalam media komunikasi sekarang ini, jarak dan tempat bukanlah bagian dari faktor penentu. Melalui sarana “video conference” misalnya, tiap orang dari berbagai pelosok dunia, tanpa meninggalkan tempatnya masing-masing, dapat berkumpul bersama, bertatap muka dan berdiskusi berbagai hal, seolah-olah mereka berada dalam satu ruangan.