Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Aku Pergi

16 September 2011   05:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55 85 1
Hanya dingin dan desah angin malam yang menemaniku, kala ku ingat matamu kawan

Tajam tak terpejam, menatap puing-puing kegundahan

Andai bisa diubah

Mungkin aku ingin menjadi seperti yang kau mau

entahlah

Namun caramu terlalu ambigu untuk ku pahami

ah...

rasanya tak ada gunanya mengeluh pada keyboard, menggumam pada dinding, dan menyesali jarum jam yang tak pernah berdetak mundur.

Bersamamu diriku hilang

Tenggelam dalam keterpurukan emosi, kecurigaan, dan ketidakpercayaan diri.

Jatuh dan hanyut dalam kesedihan.

Hingga langit-langit kebahagiaanku runtuh.

Sadarkah kau kawan

Ketika sikapmu berbeda

Tatapanmu ambigu

Antara sombong atau iba

Kata-katamu terlalu dalam menusuk relung sukmaku hingga berlumuran darah

Maaf

Namun kenapa harus berulang kali

Kenapa harus aku yang kau pilih jika hanya untuk menyalurkan ego diri

Ah... rasanya tak ada gunanya mengeluh

Jika hanya mengundang air jernih di sudut kelopak

Aku hanya ingin

Jangan berjalan di belakangku terlalu lambat kawan

Jangan pula kau berjalan terlalu cepat hingga aku tak bisa mengejarmu

Jalanlah di sampingku hingga kita bisa bersama-sama merangkai mimpi.

Tapi jika memang tidak bisa

Aku tinggalkan kau  di sini kawan

Aku pergi untuk membaca lebih banyak lagi ayat-ayat di alam raya ini

Aku pergi untuk mencari semua kebenaran yang kau yakini

karena aku tak tahu perihal kebenaran itu

Aku hanyalah aku

Yang hidup seperti ini

Mencintai Robbku dengan caraku

Menyayangimu dengan caraku

Dan merangkai cita-cita dengan caraku pula.

12 September 2011

Untuk gadis bermata tajam dengan tatapan misterius. Aku hanya ingin menghindari kesedihan. Terima kasih telah mengajariku cara untuk lebih baik dalam bergaul, ikhlas, bersabar  dan mengambil keputusan.

“Jangan menyalakan perapian terlalu panas kepadamu musuhmu, agar tidak membakar dirimu sendiri” Shakeaspeare

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun