Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kerudung Idul Fitri Linda

9 September 2010   05:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:20 127 0
Jarum jam masih menunjuk angka 10.35 ketika pesawat garuda mendarat di Bandara Minangkabau, Padang.

Dari bandara, Linda memutuskan untuk naik Damri dulu ke arah kota. Dari kota Linda memilih naik bus menuju tanah kelahirannya, Bukit Tinggi.

Memang agak melelahkan karena butuh waktu 1 sampai dengan 2 jam untuk tiba ke tempat tujuan. Tapi, keinginan untuk menikmati kembali Padang membuat Linda rela saja. Lewat perjalanan bus ini Linda pingin melirik lokasi air terjun lembah arau yang dulu menyimpan kenangan. Dia juga ingin sejenak singgah di pusat kerajinan bordir dan baju muslim jika tiba di Bukit Tinggi sambil menunggu ketibaan buka puasa begitu tiba di rumah.

Ini puasa terakhir. Nanti malam takbir pasti sudah menggema membelah malam kampung kelahirannya Linda.

Ini kepulangannya yang pertama setelah meninggalkan kampung selama dua tahun.

Tidak terlihat perubahan yang berarti. Semua masih seperti saat pertama Linda berangkat dulu.

Hanya saja dulu ada satu sosok lelaki yang kerap berdiri menunggu Linda keluar dari rumah setiap pagi untuk menuju ke sekolah. Lelaki yang dipanggilnya dengan nama Anwar itu juga yang dulu melepaskan kepergian Linda.

Linda masih ingat kata-kata terakhir yang diucapkan lelaki yang adalah kekasihnya, persis ketika Linda hendak naik bus menuju bandara.

"Lin, kemanapun engkau melangkah aku selalu ada untukmu. Aku ada dihatimu. Aku ada bersama angin untukmu. Aku ada bersama hujan dan aku selalu ada untukmu, selamanya. Disini, suatu hari nanti akan menunggu kepulanganmu, untuk kita."

Linda tampak menarik nafas dalam sebelum ia berlalu untuk menuju gang arah menuju rumahnya. Sebelum ia benar-benar melangkah matanya sekali lagi menyapu ke segenap arah. Ia ingin memastikan bahwa memang tidak ada yang sedang menunggunya.

"Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar. La ila haillahu Allahu Akbar. Allahu Akbar walillah ilhamm..."

Gema takbir terdengar jelas dari arah mesjid kampung. Sebentar lagi pasti akan ada arak-arakan orang banyak sambil bertakbir menelusuri jalan kampung.

"Linda. Kamu nggak ikut takbir nak? Tu urang kampung sudah pada kumpul di mesjid. Mumpung kamu baru pulang jadi kamu bisa silahturahmi. Pasti teman-temanmu sangat kangen denganmu."

Suara lembut ibunya yang sudah tua menyadarkan Linda dari lamunannya. Sejak usai shalat maqrib Linda rupanya masih teringat dengan kenangan cintanya bersama Anwar, termasuk kenangan takbir bersama.

"Coba saja jika Anwar masih ada. Bundo pasti tidak perlu sampai mengingatkanku untuk ikut takbir. Dari tadi aku pasti sudah bersiap untuk segera menuju mesjid."

Suara hati itu membuat bulir air mata Linda tumpah menelusuri pipinya yang putih. Segera diusapkan seakan tidak ingin membiarkan hatinya disergap sedih yang lama.

"Iyo bundo. Linda mau ambil kerudung dulu."

Dengan sedikit lesu Linda menuju almari untuk mengambil kerudung. Tapi, sebelum tangannya sempat membuka almari ia teringat satu kerudung yang kerap menemaninya kala tidur.

Kerudung putih. Ini kerudung yang belum pernah dipakai sejak pertama ia mendapatkannya dari pemberian Anwar. Kerudung inilah yang selalu didekap Linda kala ia tidur di kamar kostnya di perantauan.

Di ambilnya kerudung cinta itu dari kopornya yang masih utuh. Dengan lembut ia kenakan dikepalanya. Dan di depan kaca rias dia tatap dirinya dalam-dalam sambil sesekali tangannya menyentuh kerudung putih pemberian kekasihnya, Anwar.

Hati Linda kembali dilanda kerinduan yang teramat sangat pada sosok lelaki yang dulu pernah berjanji akan melamarnya usai dia berkerja dua tahun sebagai TKI di Malaysia.

"Linda. Dua tahun kemudian kita bertemu dibawah pohon beringin ini ya. Linda pulang dari Jakarta dan abang pulang dari Malaysia. Abang mau malamnya Linda menggunakan kerudung putih ini sebagai bukti Linda siap untuk abang lamar. Pada saat itu, abang akan membawa satu kerudung putih lagi yang abang mau Linda pakai pada hari akad nikah kita."

Air mata Linda kembali berjatuhan usai ia mengingat ucapan Anwar. Linda nyaris tidak kuasa untuk keluar rumah menuju mesjid. Hatinya benar-benar hancur jika mengingat kejadian yang menimpa sosok yang dulu semakin hari semakin dicintainya itu.

Anwar ditembak Polisi Diraja Malaysia dalam sebuah demo "Gayang Malaysia" di Kuala Lumpur. Anwar disangka sebagai provokator yang menyuruh demontran untuk membakar bendera Malaysia.

"Bang, kabar kematianmu benar-benar buat Linda terpukul. Bang, Linda menerima lamaranmu. Ini Linda menggunakan kerudung yang abang berikan dulu. Sekarang, karena abang sudah tidak ada maka biarlah kerudung ini menjadi kerudung idul fitri."

"Uniiiiii..cepat dong. Takbiran mau mulai tu."

Suara panggilan adiknya menyadarkan Linda dari lamunan. Dengan kerudung putih Linda keluar rumah bersama adiknya.

"Wah, Uni Linda cantik bana. Pasti banyak yang akan lirik Uni nanti di takbir."

"Ssssstt. Berisik. Ayo cepat. Ntar kita terlambat."

"Lindaaa. Lindaa..."

Sebuah suara panggilan sampai ketelinga Linda. Dan dengan sekali paling ia langsung mengarah pada sebuah wajah. Wajah yang membuatnya tidak mampu bersuara, berkedip, bahkan juga untuk bergerak.

"Linda. Jangan bertanya apa-apa dulu ya. Semuanya akan abang jelaskan usai akad nikah kita, tanggal 11/9, satu hari usai lebaran idul fitri."

Saleum Kompasiana
Selamat Idul Fitri - Maaf Lahir Bathin
Risman A Rachman
Aceh - Indonesia

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun