[caption id="attachment_80295" align="alignleft" width="293" caption="Jangan hanya manis di bibir saja (By
http://www.zorpia.com)"][/caption]
Dulu, pernah ada dugaan bahwa sensualitas (seks kelamin/seksualitas?) dipakai sebagai alat untuk menyingkirkan musuh politik. Sekarang sensualitas (pesona verbal dan non verbal/rasa) dipakai untuk menarik dukungan politik. Adakah sensualitas juga dipakai sebagai alat pelemahan gerakan kritis? Dan, bagaimana seharusnya kelompok menengah kritis mensikapi rezim sensual yang walau sedang lemah secara politik namun masih tetap kuat dari sisi dukungan rakyat? Bicara soal sensual jadi teringat sebuah iklan makanan cepat saji, Carl's Jr. Iklan ini sempat menjadi iklan paling hot dan sensual berkat peran Kim Kardashian. Melalui iklan ini pula Kim melejit dan tersohor. Dalam dunia pemasaran, sensual marketing memang bukan jurus baru dalam dunia pemasaran. Sebuah produk yang ditawarkan dengan daya sensualitas "terliar" bisa saja lebih diterima di pasar ketimbang sebuah produk yang ditawarkan dengan fakta-fakta kelebihan. Terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika SerikatĀ bisa menjadi bukti teranyar soal adanya pengaruh sensualitas dalam praktek politik. Bahkan, selebriti paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes, Angelina Jolie, juga menganggap presiden Amerika Serikat Obama sebagai pria seksi. Tidak hanya Jolie, Megan Fox juga mengatakan hal yang sama tentang Obama. Bagi artis paling seksi ini Obama adalah salah satu pemimpin dunia paling seksi. Baginya, tubuh dan ucapan Obama begitu seksi dan karenanya ia menjadi sosok yang berwibawa. Maka tidak heran jika Obama kemudian juga ditetapkan sebagai satu dari sepuluh pria paling seksi 2009 versi YourTanggo. Tidak hanya itu, Obama juga ditetapkan sebagai pria berbusana terbaik 2009 oleh majalah Vanity Fair. Begitu kuatnya daya tarik sensualitas seorang Obama hingga acara inaugurasinya pun di buat sedemikian rupa dan nyaris menjadi ajang fashion show. Entah karena ingin meniru, atau sekedar mendompleng Obama, saya percaya sensualitas sudah memasuki ranah politik Indonesia saat ini. Lihat saja ongkos iklan yang dikeluarkan para calon presiden RI pada Pilpres 2009 dan ingat kembali bagaimana pasangan SBY-Boediono begitu "pintar" tampil dengan iklan-iklan penuh pesonanya. Bahkan, kabarnya ada iklanĀ SBY yang mengidentikkan diri dengan sosok Obama. Dalam jagad politik Indonesia pendekatan sensual juga bukan barang baru. Disinyalir sensual (dalam artian alat kelamin) pernah dipakai sebagai alat politik untuk mematahkan pihak lawan. Kabar kasus penggunaan siliet untuk menyayat penis sambil menyanyikan lagu "Tabur Bunga" dan berakhir dengan seks bebas massal benar-benar memicu masyarakat untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh sang aktor politik. Sebagai orang Aceh yang kebetulan aktif dalam pemantauan konflik juga kerap mendengar dan mendapatkan kasus-kasus yang menjadikan sensualitas sebagai media politik mengalahkan lawan. Tidak ada yang salah memang dengan penggunaan sensualitas dalam meraih dukungan politik apalagi jika sensualitas yang dimaksud adalah pesona (verbal dan non verbal). Bagaimana pun dukungan menjadi sangat penting untuk memaksimalkan kinerja politik membangun. Namun menjadi sangat masalah jika pesona lebih dipakai untuk "menghipnotis" masyarakat baik untuk kepentingan mengumpulkan belas kasih maupun untuk menjadikan rakyat sebatas benteng politik kala berhadapan dengan kelompok-kelompok kritis. Sayangnya, perubahan jurus politik di tingkat rezim belum diimbangi oleh kelas menengah. Sampai saat ini politik tekanan masih saja dipakai sebagai cara untuk melawan rezim. Akibatnya, banyak demo-demo yang justru berakhir dengan bentrok sesama pendemo (pro vs kontra). Adakah yang mau memberi masukan suatu model gerakan perubahan yang bisa mengatasi sebsualitas politik yang sedang menjadi jurus andalah rezim saat ini??? Salah satu jawabannya bisa di temukan
disini Saleum Cinta
Risman A Rachman
KEMBALI KE ARTIKEL