Dia menjadikan eceng gondok yang sudah kering tersebut sebagai kerajinan yang sangat estetik dan tentunya bernilai ekonomis.
Memang, keberadaan tumbuhan air dengan nama latin Eichornia Crassipes itu membahayakan bagi ekosistem di sekitaran Sungai Citarum.
Selain secara estetika sangat mengganggu pemandangan, gulma ini juga sangat menggangu aktivitas perahu warga dan lalulintas di perairan tersebut.
Pria yang yang tinggal di Kampung Cicalengka, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat tersebut, mengungkapkan awal ia mempelajari cara menganyam eceng gondok yaitu dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada tahun 2012 lalu.
Setelah mengikuti pelatihan, Amin lanjut belajar secara otodidak dan menekuninya sebagai pekerjaan utama pada 2016 hingga sekarang.
Dalam sebulan sekali Amin bisa mengumpulkan batang eceng gondok hingga 5 kg, tergantung kebutuhan kerajinanya. Karena usia Amin yang sudah tidak muda lagi, terkadang dia meminta tolong kepada tetangganya untuk membantu mengambilkan eceng gondok dengan upah perkilogram seharga Rp7.000 sampai Rp10.000. Setelah mengambil dan mengumpulkan eceng gondok selanjutnya harus langsung dijemur agar tidak rusak. Setelah proses pengeringan dengan sempurna, eceng gondok baru bisa dibuat sebagai anyaman.