Masjid Sulthoni Plosokuning sendiri dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono III yang merupakan ayahanda P. Diponegoro, yaitu ketika Kyai Raden Mustafa (Hanafi I) menjadi abdi dalem masjid. Dibangun setelah bangunan masjid agung di Kauman Yogyakarta, sehingga bentuknya mirip karena meniru Masjid Agung Kauman tersebut, bahkan komponen Masjid yang terdiri dari Mihrab, kentongan dan bedug sama. Masjid ini merupakan salah satu Masjid Pathok Negoro Kasultanan Yogyakarta selain Masjid Jami’ An-Nur Mlangi, Masjid Sultan Agung Babadan Baru, Masjid Nurul Huda Dongkelan, dan Masjid Taqwa Wonokromo.
Masjid Sulthoni Ploso Kuning telah mengalami beberapa kali renovasi, dan beberapa arsitektur tradisionalnya ada yang berubah, seperti halnya lantai saat ini sudah berubah dari plesteran biasa menjadi lantai keramik. Renovasi tersebut terjadi pada tahun 1976 berupa penggantian lantai dari plesteran menjadi tegel biasa. Kemudian tahun 1984 dilakukan penggantian daun pintu dan juga temboknya. Pada tahun 2000 kembali dilakukan renovasi pada empat tiang utamanya dan beberapa elemen, pada tahun 2001 kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu, yang oleh dilakukan Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bersamaan dengan itu masyarakat setempat secara swadaya mengganti latai tegel dengan keramik dan juga memasang konblok di halaman masjid serta mendirikan menara pengeras suara.