Tan Malaka merupakan salah satu dari para tokoh besar perjuangan Bangsa Indonesia dalam sejarahnya yang namanya kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk narasi arus utama. Tan Malaka jika dibandingkan maka akan serupa dengan guru terkenal sebagai "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa", bukan berarti Tan Malaka tidak memberikan sumbangsih terhadap bangsa, namun karena pemikiran serta perannya acapkali dilupakan atau tidak dikenal oleh rakyat karena satu dan lain hal. Sebagai seorang pemikir revolusioner, Tan Malaka memberikan penawaran visi politik yang progresif dan radikal bagi kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka menilai bahwa kemerdekaan tidak hanya membebaskan dari kolonialisme, tetapi juga sebuah proses perubahan sosial dan politik yang perlu diperjuangkan bersama gagasan serta aksi nyata. Tan Malaka pada tahun  1925 pernah membuat sebuah karya yang dinamakan "Naar de Republik" atau disebut juga Menuju Indonesia Merdeka, yang menjadi sebuah konsepsi awal serta cita-cita Tan Malaka dalam memperjuangkan Indonesia sebagai sebuah negara republik, jauh hari sebelum Indonesia merdeka dan sebelum Soekarno menulis "Indonesia Menggugat" tahun 1932 atau sebelum Hatta mengenalkan "Ke Arah Indonesia Merdeka" Tahun 1930. Sebagai seorang pejuang yang radikal dan progresif, tentunya Tan Malaka menjadi sosok ancaman bagi Belanda sehingga Belanda beberapa kali menangkap dan mengirimkan Tan Malaka ke negara lain, meskipun Tan Malaka kabur dan menjadi buron di negara lain, tetapi ia malah menggunakan waktu dan kesempatan itu untuk belajar ilmu baru, hingga dapat menuliskan beberapa buku pada saat ia pindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, yaitu karyanya yang paling terkenal bahkan tetap relevan hingga sekarang adalah "Madilog" atau Materialisme, Dialektika dan Logika. Dalam buku ini ia sedikitnya menyindir perilaku masyarakat Indonesia perihal nihilisme juga kepercayaan terhadap hal-hal mistis.
KEMBALI KE ARTIKEL