Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Rumah Kedua (Part 1)

3 Juni 2022   08:23 Diperbarui: 3 Juni 2022   08:44 320 4

Bagaimana jika suami mu lebih pandai dalam urusan yang biasanya dikerjakan oleh para istri diluaran sana? Pandai mengurus anak, memasak, mengemas rumah bahkan sampai urusan bahan dapur dia yang mengurusnya. Masihkah akan meragukan kesetiaannya?

***

Selama lima tahun bersama. Mas Osa memang tak pernah menuntut ku agar pandai memasak. Untuk urusan masak jika Mas Osa punya waktu luang untuk memasak dia akan memasak untuk kami.

 Jika dia sibuk aku hanya akan memasakan sebungkus Indomie untuknya. Sejak awal pernikahan Mas Osa tak pernah mempermasalahkan kekurangan ku.
 
Tidak bisa masak. Bahkan untuk semua urusan rumah tangga. Mas Osa bukan tipe suami yang menggantungkan semua pada istri.
 
"Mas, bakso enak deh" Ucapku sambil scroll foto-foto makanan yang dijual oleh tetangga Deket rumah di Facebook.

"Yaudah. Order aja Dee" Ucapnya yang  tengah sibuk dihadapan laptop.

Yah, begitulah jawabannya setiap kali aku minta dibeliin makanan. Meskipun kehidupan kami terbilang cukup sederhana tapi Mas Osa bukan tipe laki-laki pelit.

 Ia tau betul hobi ku yang suka jelajah kuliner sejak masih single. Baginya itu sudah menjadi tanggung jawab.

"Keknya Mas sengaja deh mau bikin aku gendut. Biar Mas bisa nikah lagi kan?" Tanya ku sambil memonyongkan bibir dihadapannya.

"Loh, kan Adee pengen masa Mas larang?"

"Alah ... Sengaja kan!"

"Ihh ... Ko drama banget sii Dee. Pasti kebanyakan nonton sinteron kan?"

 Mas Osa yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya. Beralih pandangan kerahku ku lalu mematikan laptop. Tiba-tiba tangannya mengelus lembut kepalaku.

"Mas ga cape apa?" Tanyaku. Sambil menepis jemarinya yang sibuk mengelus rambut ku.

"Cape apa si Dee?" Tanyanya heran.

"Selama 5 tahun sama-sama. Mas yang sibuk ngurus aku. Sementara aku sibuk melarin badan. Mas masih sanggup?"

"Ngomong apaan sii Dee? Adee demam?" Mas Osa meletakan tangannya di pelipis ku.

"Ishh ... Adee serius Mas. Masa Mas ga pernah tertarik sama klien atau partner kerja Mas yang cantik-cantik itu?"

"Dee ... Kamu lagi PMS yah? Yaudah nanti Mas bikinin jamu herbal yang biasa ya?"

"Ade ga PMS ko? Cuma pengen bakso!"

"Haha ... Yaa ampun Dee serumit itu cuma pengen bakso aja bahasannya kemana-mana. Kan Mas udah bilang pesen aja" Jawab Mas Osa sambil tertawa geli.

"Abisnya. Mas ga mau ikutan makan juga. Aku maunya kita gendutan bareng Mas"

"Iyah-iyah pesen gih!"

***
"Mas, Nana BAB nih!"

Aku mendekati Mas Osa yang tengah sibuk memperbaiki sepeda didepan rumah. Dengan segera ia mengajak Nana kekamar mandi.

"Nih, Nanannya udah mas cebokin Dee"

"Makasih Mas Sayang"

Entah apa yang membuat Mas Osa begitu menyayangiku. Begitu juga dengan Mamanya beliau tak pernah keberatan jika semua pekerjaan yang harusnya ku kerjakan justru menjadi beban anaknya juga.

Hanya saja Helena adik sepupu Mas Osa yang tinggal serumah dengan Mamanya sering kali ikut campur urusan rumah tangga kami setiap kali kami pulang kampung. Pernah sekali ketika kami pulang ke kampung halamannya Mas Osa aku mendengar Helena mencoba menghasut Mama.

"Ihh ... Bu Lek ko Mas Osa mau disuruh-suruh sama menantunya Bu Lek?"

"Biarin, Len kan urusan rumah tangga ga harus semuanya dikerjakan istri. Kalau suami bisa membantu apa salahnya?"

"Tapi ... Kan Bu Lek coba perhatiin deh Liana itu ga pernah masak kalau kesini"

"Ouuh, itu Bu Lek sengaja ga mau Lana masak. Kan mereka jarang-jarang kesini Len"

Begitulah mungkin itu hanya yang terdengar dan entah berapa banyak keburukan ku yang sengaja ia laporkan keMama tanpa sepengetahuan ku. Tapi, aku percaya Mama akan selalu membela.

"Dee kok ngelamun?" Tanya Mas Osa. Membuyarkan lamunanku.

"Eng ... Nggak Mas. Jadi kan kita jogging nanti sore?"

"Iya jadi dong Dee. Sepedaan yah?"

"Kan Jogging itu lari Mas masa sepedaan?

"Ga apa-apa Dee namanya juga Sejo?"

"Apaan tuh Sejo? Kek nama artis Korea?"

"Sepedaan sambil jogging Dee. Dasar korban Drakor!"  Mas Osa sekali lagi mengelus kepala ku sambil tertawa puas.

Begitulah yang ku rasakan selama lima tahun sampai hari ini. Rumah yang begitu nyaman. Untuk esok dan seterusnya aku tak ingin ada rumah lain yang membuatnya beralih. Hanya aku rumahnya. Meski mungkin tak seindah rumah lainnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun