Arda sedih, dia ingin berubah dan menunjukkan kepada teman-temannya bahwa dia bukanlah sosok yang pantas untuk dikucilkan, Arda itu mampu, Arda itu tangguh. Namun sekali lagi, rasa mindernya lebih besar dibandingkan keinginannya untuk berubah.
Suatu ketika dosennya memberi tugas kapada mahasiswanya untuk membuat kumpulan cerpen asli hasil karya mahasiswa sendiri bukan hasil copy paste. Tenggang waktunya satu bulan. Arda sangat senang dengan tugas yang diberikan oleh dosennya itu. Selama ini memang Arda senang menulis, entah itu artikel , puisi, atau cerpen. Setiap ada kesempatan Arda menulis semua ide-idenya, kemudian mulai membuat cerpen.
Saat tiba untuk dikumpulkan, hasil karyanya Arda juga sudah selesai dan siap untuk dikumpulkan. Pada pertemuan berikutnya dengan dosen tersebut, apa gerangan yang terjadi ? Aw. . .aw. . .aw . . .ternyata dosen mengumumkan bahwa kumpulan cerpen karya Arda Seruni Mavidya mendapatkan nilai yang tertinggi. Smua teman-temannya terkejut, Arda sang pemilik cerpenpun sangat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja. Kemudian dosen menyuruh Arda untuk maju dan membacakan salah satu cerpennya. Arda hanya diam dan menatap lantai, dia merasa malu dan tidak pantas. Dia tidak ingin menuruti perintah dosennya itu, tapi sekarang ini dia tidak punya pilihan lain, mau tidak mau Arda harus maju dan membacakan cerpennya, apalagi teman-temannya juga sudah menunggu karena penasaran. Akhirnya Arda mengumpulkan semua keberaniannya, kemudian Arda maju dan mulai membacakan cerpen tersebut. Ketika Arda selesai membaca, semua tema-temannya tercengang, mereka kagum dan tidak menyangka bahwa Arda yang selama ini mereka anggap sebagai anak yang aneh ternyata memiliki bakat menulis yang luar biasa. Kemudian teman-temannya spontan mmemberikan tepuk tangan yang meriah untuk Arda. Terbersit rasa bangga dan bahagia dalam diri Arda.
Sejak saat itu Arda menjadi percaya diri bahwa dirinya mampu, Arda juga sudah mulai berani mengeluarkan pendapatnya, memimpin diskusi. Dalam pergaulanpun Arda sudah tidak canggung lagi. Sekarang Arda sadar bahwa tidak seharusnya membiarkan rasa mindernya yang berlebihan itu mengekang keinginannya untuk berkarya. Apalagi jika karyanya itu bermanfaat dan menjadi berkat bagi banyak orang. Aw. . .Aw. . .Aw pasti sungguh membahagiakan.