jatuh satu, menyusul satu,
detak berjeda, tak beraturan
sementara lirih angin,
adalah jerit dari kejauhan,
melengking tinggi, menusuk tajam
seperti kelopak layu tersapu badai,
mata kosong melayang, terguncang-guncang, terombang-ambing di rongga hati yang kering berlubang
ini kemarau jiwa nan panjang,
menghanguskan tujuan
membekukan harapan
maka, malampun tercancang,
pada potret hitam putih,
yang tergantung kelu, kaku, di dinding-dinding kelam
pada ruang hampa tak berujung,
waktu tercekik, mati dan dimakamkan,
menyisakan hening membatu, dan sesak yang tak berkesudahan.
Palu, 17 Oktober 2022