Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Menuliskan Nasib

29 Januari 2019   14:41 Diperbarui: 29 Januari 2019   14:57 54 6
Menyerah pada nasib, bukan sejatinya kepasrahan. Berserah sepenuhnya tanpa rangkaian utuh usaha adalah menanti kegagalan, sebuah kesia-siaan. Sedangkan burung-burung utara terbang mengembara, ribuan kilometer ke selatan, menghindari musim yang berubah tak nyaman. Walaupun tak jarang perjalanan harus terhenti oleh kemalangan.

Seperti juga kupu-kupu, ia adalah ulat yang tidak membiarkan nasib membuatnya jatuh. Melahap ilmu di daun-daun hijau, lalu tegar mengantung pada kepompong kehidupan, kemudian pada saatnya, berjuang mendobrak dengan tenaga penuh, terbang dengan menggenggam kesuksesan, adalah keanggunan yang utuh.

Burung-burung utara dan ulat-ulat muda, menuliskan nasib mereka, di saat pohon-pohon hanya diam, membiarkan diri perlahan lapuk dilumat benalu. Pantaskah kita menjadi pohon-pohon lapuk nan layu?

Kepasrahan sejati hanya ada setelah paripurnanya sebuah perjuangan. Namun adakah yang tahu kapan selesainya berjuang? Bukankah ia seperti sebuah puisi yang tak pernah punya arti tunggal dengan terjemahan yang tak berkesudahan? Kecuali oleh pemilik puisi itu sendiri?

Maka tuliskanlah nasib, lengkapi dengan doa dan pengharapan. Biarkan Sang Pemilik puisi kehidupan, mengartikannya dengan ganjaran, karena hanya Dia yang punya pemahaman dan kekuasaan. Tentang bagaimana dan kapan, biarkan! Sebab tugas kita hanya menuliskan, soal hasil, bukan kita punya urusan. Setelah itu, barulah layak kita menyebutnya sebagai sebuah kepasrahan!

Jakarta, 29 Januari 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun