Kopi kerinci yang kau janjikan padaku
Belum tiba ditanganku
Kau pernah memberi harap akan kopi itu
Hingga kini aku larut dalam penantian
Yang lebih menyesakkan, kau sebut kopi dinagariku hambar dan menyembulkan jagung-jagung
Aku tak tahu mengapa kau begitu cepat mengambil kesimpulan?
Juga, Aku tak tertarik menanyakan siapa pelayan kopi yang ditadah gelasnya ada seringaj itu!
Sekali waktu kau harus meneguk kopi dirumahku,
Aku sangat yakin, kopi racikan ibuku tak kalah dengan buatan ibumu
Tapi,
Janji ada baiknya harus ditepati, sekedar mengingatkan bahwa ada sesuatu yang belum tuntas
Kopi kerinci yang kau kabarkan dalam puisimu itu,
Yang kau sebut wanginya sedekat kulit manis
Yang pekat hitamnya tak pahit, ingin rasanya kuteguk
Aku serupa ditikam penasaran
Berikan aku kopi kerinci
Berikan aku kopi kerinci, itu
Sama hal dengan yang kau ucapkan pada ibumu
Setelah itu baru kita bercerita dengan hati yang tak terikat apapun jua
Dan,
Perihal perempuan yang bangun selepas subuh aku ingin tahu, siapa itu?