Di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan mengenai Kepailitan BUMN hanya diatur di dalam satu pasal saja, yakni di dalam Pasal 2 ayat (5), dimana dikatakan bahwa “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan”. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah terkait Penjelasan Pasal 2 ayat (5) ini, dimana dikatakan bahwa “Yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik” adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham”. Di dalam penjelasan ini, ada 2 hal yang kemudian menjadi tanda tanya;
Pertama, dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa BUMN yang dimaksudkan di dalam pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan ini adalah BUMN (Perum) sebagaimana sesuai dengan Pasal 1 angka 4, yang mengatakan bahwa “Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan”. Sehingga menjadi menarik untuk ditanyakan, bagaimana dengan BUMN yang berbentuk Persero ? Apakah permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menkeu juga ? Ataukah dapat dimohonkan oleh siapa saja layaknya Perseroan pada umumnya ?
Kedua adalah terkait klausa yang mengatakan “seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham”. Klausa ini menjadi rancu dikarenakan pasal ini menekankan bahwa Negara adalah satu etintas sehingga kepemilikan saham oleh Negara adalah kepemilik Tunggal, namun pada tahapan implementasinya, kepemilikan saham BUMN (Perum) dimiliki oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Keuangan. Sehingga kemudian menjadi pertanyaan, apakah kepemilikan saham BUMN oleh Menteri BUMN dan Menteri Keuangan dapat tetap dikatakan sebagai kepemilikan tunggal ?
Kedua hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan dikarenakan belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai Kepailtan terhadap BUMN.
Permasalahan lainnya adalah terkait sejauh mana pertanggung jawaban Negara selaku pemilik saham dari BUMN. Serta aset yang dimiliki, dimana seluruh saham BUMN dimiliki oleh Negara, sehingga ketika suatu BUMN diputus pailit, maka hal tersebut tentu juga akan berakibat terhadap Kekayaan Negara.