Di ruang kosan di Bandung, awal 1990-an, dengan mesin ketik yang satu kakinya patah, seorang anak SMA mencoba menulis cerpen. Berhari-hari dihabiskan untuk menyelesaikan cerpen romantisnya. Dengan imajinasi tinggi, tentang kasmarannya yang coba dituangkan di beberapa lembar kwarto. Setelah cerita terangkai, tergesa dia mengirimkannya ke Kompas. Tidak berbilang bulan, jawaban diterima. Tulisan ditolak.
KEMBALI KE ARTIKEL