Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Tarian Kegilaan

7 Februari 2012   02:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 56 0
Jiwa-jiwa hedonisme itu kian marak tercipta di negeri ini...

Jiwa yang selalu mengukur kesuksesan dengan banyaknya uang yang bisa dihamburkan ...dengan banyaknya kenikmatan yang bisa dibeli...

Jiwa-jiwa itu bagai makhluk yang sedang kerasukan, memangsa darah dan daging rakyat, membelah tulang, membetot saraf hingga nyaris putus..walau tak juga mati....

Keranda rakyat sudah banyak tak terhitung melalui berpuluh bahkan beratus jembatan reyot, jalanan becek dan tanah-tanah retak..tandus tak tergarap....menuju tempat perisitirahatan yang terakhir.

Di alam kubur rakyatpun masih tergusur, masih harus menangis tanpa airmata ketika ada mayat lain yg menindih mereka, ketika ada alat berat yang mencongkel kubur mereka dan memancangkan tiang  bangunan mewah di atas rangka tubuh mereka... suara alat berat itu masih sama seperti teriakan aparat ketika nyawa masih tersambung dengan raga... "minggir...minggir....minggir.....!!! jangan disini oey....pergi!!!" lalu buk..buk..buk....dan mereka pun menjerit tapi tak pernah terdengar....

Jiwa-jiwa hedonisme itu justru menyeringai memperlihatkan gigi mereka yang kian terasah oleh daging-daging yang lezat....tubuh mereka merah karena telah kenyang meminum darah....

Jiwa hedonis ingin menari..tapi mereka tak akan pernah mau menari di atas lantai...keras..mereka tak suka, kaki mereka nanti lelah...mereka meminta alas yang empuk..dan jadilah tubuh-tubuh rakyat bergelimpangan menjadi alas tarian mereka....

Jiwa hedonis yang terbungkus tubuh gemulai nan indah kembali menari-nari berjoget sepanjang hari, mengoyang-goyangkan pinggul dan memperlihatkan segala keliaran mereka...

Jiwa-jiwa hedonis menari menginjak-injak tubuh rakyat yang telah tercabik-cabik tak karuan.....kaki mereka makin menghentak, makin tajam, makin menusuk daging tubuh-tubuh lunglai itu...sepatu high heels beratus juta itu kian menusuk makin dalam dan makin kuat hingga membuat luka yang tak tersembuhkan....

Tarian kerasukan itu ditarikan tanpa perasaan hina ..malah justru bangga...menebar kegilaan yang tak berkesudahan....

Jiwa hedonis hanya tersenyum dan kadang tak menoleh sama sekali, tatkala keranda rakyat nampak di layar kaca di depan mata mereka... melintas melewati mereka, dan mereka kembali menari dengan penuh kegilaan...

Goyangan mereka menjadikan bumi ikut bergoyang...

Tetabuhan silih berganti memenuhi ruangan dengan beragam bentuk tawa liar..senyum dan kerlingan penuh arti....

Mereka liar tak berkesudahan.....mengepulkan asap rokok durjana yang menjadikan kabut tebal kenistaan hingga pelosok negeri....

Jiwa-jiwa hedonisme itu seolah mengenal Tuhan, kala mereka membungkukkan tubuh dan menundukkan kepala mereka, dengan segala atribut ritual keagamaan dan beragam warna suci...

Seusai merunduk kepada Tuhan ...merekapun kembali menari di tengah ceceran uang, yang kian banyak...banyak hingga nyaris menggunung...tumpukan uang yang awalnya hanya berceceran itu kini telah setinggi pinggang mereka, lalu makin gila mereka menari meliuk mengoyang-goyangkan kepala mereka..maka tumpukan uang itu makin tinggi menggunung ..hanya leher dan kepala yang masih nampak bergoyang, terus....terus...hingga nampak tak berkesudahan...

Dan tumpukan uang itu makin menimbun tubuh kerasukan tadi hingga tak terlihat.

Bunyi gemerisik goyangan tubuh diantara dalam tumpukan uang itu masih terdengar...terdengar....makin melambat...melambat..sayup....hingga akhirnya hilang......sunyi..... dan hanya bunyi angin yang mendesis.....

Rakyat yang tersisih dan tak sempat jatuh terinjak hanya bisa melonggo, bergidik, dan sesenggukan menangis..sedih karena mengingat kawan-kawan mereka yang terkubur bersama beribu-ribu ton uang...... inilah takdir sebuah pengorbanan.... agar yang tersisih masih tetap hidup maka hidup ini memang penuh pengorbanan...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun