Seekor burung menangis, entah apa masalahnya. Tak keras suara yang keluar, hanya sebuah ratapan. Di pagi yang bahkan belum terang ini, sungguh ganjil melihatnya. Tak mungkin jika dia kesiangan, bahkan Mak Udin yang berjualan pecel saja masih menunggu nasinya masak. Burung kecil masih terisak, di sebuah ranting dengan daun yang tersisa satu dua dia bertengger. Tak terlihat saudaranya, tak tampak kawan-kawannya. Air matanya menetes, jatuh di antara daun kemudian turun menyentuh tanah desa yang kering, bagai embun.
KEMBALI KE ARTIKEL