Kritik ini semakin relevan dalam konteks di mana meskipun perempuan telah menduduki posisi kepemimpinan strategis, banyak agenda perempuan tetap dikendalikan oleh nilai-nilai patriarkal dan keputusan politik yang tidak berpihak pada keadilan sosial dan perdamaian.
Lingkungan Patriarkal sebagai Kendala Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan yang hanya berfokus pada pelibatan perempuan tanpa perubahan signifikan dalam kesadaran laki-laki dan sistem patriarkal dapat menjadi kontra-produktif. Struktur sosial, politik, dan ekonomi yang didominasi oleh laki-laki sering kali memaksakan nilai-nilai yang tetap mengekang kebebasan perempuan dalam mengambil keputusan yang sepenuhnya independen.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi cerminan nyata dari sistem patriarki yang mendominasi. Norma-norma sosial yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga dan memberikan mereka hak untuk mengontrol perempuan telah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kekerasan. KDRT tidak hanya merugikan secara fisik, tetapi juga mental dan emosional, sehingga menghambat perempuan untuk mencapai potensi penuhnya. Siklus kekerasan ini diperparah oleh stigma sosial yang melekat pada korban KDRT, membuat banyak perempuan enggan melaporkan kasusnya dan mencari bantuan. Akibatnya, perempuan yang mengalami KDRT seringkali terjebak dalam lingkaran setan dan sulit untuk keluar.
Kepemimpinan Perempuan yang Tetap Dikendalikan oleh Nilai Patriarkal
Banyak yang berharap bahwa kehadiran perempuan di ruang pengambilan keputusan dapat membawa nilai-nilai yang lebih inklusif, damai, dan empatik. Namun, kenyataannya sering kali berbeda. Ketika perempuan bekerja dalam lingkungan yang tidak sensitif terhadap kesetaraan gender, mereka cenderung disetir oleh kebijakan dan norma yang telah lama dikendalikan oleh kepentingan patriarkal.