Sebelumnya, kupikir buku catatan akan bisa digantikan dengan 'Note' di ponsel atau komputer, ternyata tidak. Tetapi berpikir demikian nyatanya justru membawaku pada kealpaan menulis.
Sekilas mungkin ini hanya soal kebiasaan. Untuk mengatasinya mungkin cukup mengubah adat lama dan membiasakan diri pada media yang baru, lantas persoalan selesai. Ternyata tidak.
Bahwa media digital akan bisa menggantikan buku harian, bahwa mencatat akan lebih mudah dan efektif menggunakan gawai karena bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apapun. Tetapi itulah yang justru menjadi akar persoalannya.
Sebagai pekerja digital sekaligus bagian dari generasi milenial yang menghamba pada kecanggihan teknologi, kecepatan, Â kebaruan, tren, dan hal-hal meta yang lain, tentu produk-produk digital bukan lagi menjadi gaya hidup. Jika boleh dikatakan, Â semua itu telah menjadi tiga per empat bagian hidup. Seperempatnya lagi adalah soal-soal biologis seperti makan, tidur, berak, atau seks. Itupun semuanya masih tertaut.
Kecuali saat sedang khusyuk beribadah atau melakukan tugas-tugas biologis, sulit rasanya untuk beberapa menit saja lepas dari gawai serta turunan dan integral-nya. Semua itu telah menjadi Nilai Limit atas kehidupan sehari-hari.
Celakanya, suksesi alih media itu tak hanya menuntut kebiasaan baru. Tetapi juga melahirkan kesesatan berpikir yang kompleks dan membuat kebiasaan mencatat menjadi tampak tak penting lagi, bahkan di media itu sendiri. Internet adalah semesta ide dan pengetahuan, untuk apa mencatat?Â