Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Dear Mas Menteri, Surat Terbuka Ini tentang Kurikulum

27 Mei 2020   11:55 Diperbarui: 28 Mei 2020   09:39 217 7
Dear Mas Menteri,

Saya kembali lagi dengan surat terbuka saya. Kali ini saya akan menulis tentang satu hal yang mungkin akan selalu luput dari perhatian saya kalau pandemi Covid-19 tidak terjadi. Apakah itu?

Kurikulum.

Rancangan belajar anak-anak yang meliputi apa yang diajar dan bagaimana cara mengajarkannya.

Saya tiba-tiba memperhatikan hal ini karena kegiatan mengajar banyak yang dialihkan ke orang tua karena keterbatasan kehadiran daring guru dari sekolah. Bayangkan, Mas, guru yang biasanya mengajar 6.5 jam setiap hari di sekolah jadi tinggal 1 sampai 2.5 jam saja per hari melalui conference call. Terbayang tidak bagaimana orang tua harus mengisi peran guru untuk memastikan anak mengerti materi dan mendampingi dalam mengerjakan tugas-tugas?

Kami harus menjadi murid dan guru sekaligus dalam tempo sesingkat-singkatnya karena waktu terus berjalan dan anak-anak harus terus belajar.

Kewalahan? Iya, pasti, tapi kami akan sangat terbantu jika ada masterplan kurikulum yang senantiasa dibuka sepanjang tahun kepada umum.

Kurikulum yang tidak ditulis dengan bahasa tingkat dewa ya, Mas, tapi dengan bahasa yang mudah dimengerti dan terukur. Ada cara dan tujuan pada setiap kalimat yang tercantum di dalam kurikulum. Sebagai contoh, kami akan mengerti kalimat "Siswa memahami cara kerja paru-paru dengan melalukan eksperimen X". Apa itu eksperiman X baru dijabarkan di poin berikutnya.

Dear Mas Menteri,

Kurikulum mungkin akan menjadi momok yang terus-menerus minta diperhatikan selama Mas menjabat. Selama bertahun-tahun, lintas presiden dan lintas menteri pendidikan, banyak pihak (sekolah, orang tua, LSM) yang meributkan kurikulum pendidikan kita. Dinilai terlalu berat lah, banyak ilmu yang tidak berguna lah, tidak bisa membuat anak-anak bersaing secara global lah, dan lain sebagainya.

Akan tetapi saya yakin, ada banyak orang pintar di bawah pimpinan Mas. Ada banyak profesor, peneliti, praktisi yang memang menguasai materi pelajaran dan ilmu pedagogi dan menghasilkan kurikulum dari hasil berpikir dan berdiskusi selama ribuan jam. Saya tidak menafikan peran dan sumbangsih mereka, tapi ijinkanlah saya berbagai pemikiran berdasarkan pengalaman sebagai mantan siswa di dalam dan di luar negeri dan sekarang sebagai orang tua.

Menurut hemat saya, Mas, hanya ada tiga cabang ilmu pengetahuan yang perlu perhatian ekstra selama pendidikan dasar di jenjang TK dan SD, yaitu matematika, bahasa (Indonesia dan Inggris), dan sains. Ilmu pengetahuan yang lainnya adalah pelengkap yang pasti bisa dikuasai kalau tiga dasar ini ditaklukkan.

Mari, Mas, saya paparkan alasan mengapa mereka sangat penting.

1. Matematika

Tak sedikit orang-orang seusia saya yang mengeluh, "Percuma dulu belajar banyak-banyak, toh ilmunya sekarang ga kepake." Tapi mereka tidak pernah mengeluh bahwa matematika tidak terpakai di dalam kehidupan selepas bangku sekolah. Bahkan dari sebuah penelitian yang saya pernah baca beberapa tahun lalu, seseorang yang mengalami gegar otak sekalipun tidak akan lupa bahwa 1 ditambah 1 sama dengan 2.

Matematika itu mudah, Mas, ia hanya bicara kali-bagi-tambah-kurang, tak lebih dari itu. Matematika terasa susah karena ia memaksa anak untuk berpikir terstruktur dan sistematis. Matematika mengajari anak:

1. Mengidentifikasi masalah: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan.

2. Menentukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah: apa yang penting yang bisa dipakai dalam perhitungan, apa yang bisa diabaikan.

3. Mendapatkan solusi dari permasalahan: formula apa yang dipakai untuk mendapat jawaban.

Sudah, itu saja. Ini adalah ketiga pilarnya yang dipelajari mulai dari anak mempelajari apa itu pola sampai anak memecahkan soal cerita. Bahkan soal Fisika dan Kimia yang dihadapi anak-anak di jenjang pendidikan lanjutan (SMP dan SMA) tidak terlepas dari tiga langkah tersebut.

Belajar matematika bukan hanya soal menghafal tabel perkalian dan pembagian; itu ilmu yang bisa dipelajari sendiri tanpa memerlukan guru. Langkah awal mempelajari matematika adalah melihat pola, membuat pengelompokan, dan membentuk formula.

Ini contoh sederhana:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun