Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Oleh-oleh dari Guang Zhao

10 Agustus 2010   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 178 0
Minggu, 8 Agustus kemarin akhirnya tercapai juga keinginan saya untuk berziarah ke makam salah satu sahabat nabi, Saad Bin Abi Waqas di Ghuang Zhao. Sebenarnya, niat untuk menziarahi makam tersebut sudah ada semenjak pertama kali saya melihat brosurnya setahun yang lalu. Namun, baru bisa terlaksana kemarin, walaupun harus merelakan untuk tidak menghadiri acara-acara lainnya seperti workshop bersama Andrie wongso, juga bershalawat bersama Hadad Alwi.

Dengan menumpang kereta saya berangkat ke Lowu. Di sana rombongan dari travel sudah menunggu. Kami pun melewati pos pemeriksaan paspor di dua imgirasi, Hong Kong dan China untuk bisa masuk ke Shenzen. Dari Shenzen kami naik bus ke Guang Zhao. Tujuan pertama kami adalah mesjid Huai Sheng, mesjid tertua dan terbesar di China. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 2 jam.

Pintu gerbang utama mesjid Huai Sheng berwarna merah. Arsitektur China kunonya tidak mencerminkan bahwa bangunan tersebut adalah sebuah mesjid. Bahkan lebih menyerupai klenteng. Sesampainya di mesjid kami langsung berwudhu, tempat wudhunya sedang di renovasi sehingga terkesan berantakan. Menurut keterangan dari ustadz Abdul Ghofur, Direktur Dompet Dhuafa Hong Kong yang ikut bersama rombongan kami, mesjid ini dibangun sekitar 1300 tahun yang lalu oleh Saad Bin Abi Waqas bersama para sahabatnya. Mesjid ini menjadi pusat kegiatan agama Islam pada saat itu. Menara mesjid ini menjadi bangunan tertinggi pada masanya. Mesjid ini mempunyai 4 pintu, di depan, belakang serta di kanan-kirinya. Semuanya adalah pintu geser yang berbahan utama kayu. Di dalam mesjid, tepatnya di samping kanan tempat shalat imam ada mimbar bertangga yang terbuat dari kayu dengan ukiran indah di beberapa sisinya. Di sudut kanan terdapat satu lemari kecil yang berisi Al-Quran. Sedangkan di sisi kiri terlihat sebuah jam besar dan meja panjang serta perangkat pengeras suara.

Karena waktu zuhur belum tiba, kami mengisi waktu dengan mendengarkan tips-tips menjalankan puasa sehat dari dr. Tira Aswitama, MD dan tausyiah dari ustadz Abdul Ghofur. Kira-kira jam 1 lewat 20 menit waktu Guang Zhao, adzan zuhur pun dikumandangkan. Sang muadzin yang berkaos oblong dan bercelana 7/8 ini mengumandangkan adzan dengan lembut dan datar. Berbeda dengan muadzin di Indonesia yang kebanyakan adzan dengan suara lantang dan berirama.

Makmum laki-laki hanya satu shaf, tidak sampai 10 orang. Diantara mereka yang rata-rata keturunan China terlihat mencolok seorang pria berkulit hitam. Subhanalloh, begitu indah perbedaan ketika bersatu dalam nikmat Islam. Tidak terlihat satu pun wanita lokal di shaf perempuan, hanya peserta travel yang mayoritas memang perempuan.

Selesai shalat, kami melanjutkan perjalanan menuju restoran muslim untuk makan siang. Ketika keluar mesjid, ada beberapa peminta-minta yang berdiri di gerbang, mengingatkan saya akan tempat-tempat ziarah di tanah air yang selalu ramai dipenuhi peminta-minta.

Perjalanan ke restoran memakan waktu 20 menit. Restoran berlabel halal ini menyuguhkan menu-menu yang lumayan enak dan cocok dengan lidah Indonesia. Hampir semua menu yang terhidang di meja kami dibumbui cabai, walupun memang rasanya tidak terlalu pedas. Mungkin menyesuaikan dengan selera orang China yang kebanyakan tidak suka pedas. Waiter di restoran ini berbusana muslim lengkap dengan jilbab, sedangkan waitressnya berkemeja pendek dan berpeci. Kebanyakan tamu yang datang terlihat berwajah Arab.

Saya menikmati hidangan dengan lahap. Senang sekali bisa makan dengan menu selain Chinese food yang biasa saya makan tiap hari. Di Hong Kong, saya memilih untuk tidak memakan daging karena ragu akan kehalalannya. Tetapi di restoran ini, saya dapat menikmati hidangan daging sapi tanpa perlu was-was. Selesai makan saya menyempatkan diri membeli beberapa panganan untuk oleh-oleh. Untung saja si penjual yang sepertinya pemilik restoran ini paham bahasa Inggris, jadi saya tidak perlu menggunakan bahasa Tarzan seperti ketika mengunjungi Shenzen beberapa bulan lalu.

Dari Restoran kami langsung meluncur ke makam Saad Bin Abi Waqas. Tiba di sana waktu sudah menunjukkan setengah lima sore. Sang penjaga gerbang misuh-misuh dalam bahasa Mandarin, mengingatkan kami bahwa lokasi makam ini akan tutup setengah jam lagi. Tanpa basa-basi rombongan kami pun langsung meluncur ke lokasi. Terlihat banyak pekerja yang sedang merenovasi beberapa bangunan di sekitar makam.

Tempat yang dipercaya sebagai makam Saad Bin Abi Waqas ini berada di dalam sebuah bangunan berukuran kira-kira 5x5 meter. Di dalam ruangan yang tidak terlalu luas ini terdapat dua buah kipas angin di pojok kanan dan kiri, sedangkan makam di bagian tengah. Makamnya ditutupi berlapis-lapis kain. Tersedia juga Al-Qur'an dan buku-buku Yasiin serta alat-alat shalat di sana.

Ustadz Abdul Ghofur menjelaskan bahwa ada dua versi tentang makam Saad Bin Abi Waqas ini. Versi pertama menyebutkan bahwa Saad Bin Abi Waqas dimakamkan di Madinah bersama para sahabat Rasul lainnya. Versi kedua menyebutkan, di sinilah Saad Bin Abi Waqas dimakamkan. Wallahualam. Saya hanya berdoa sebentar di sana. Memohon pada Allah SWT agar memperkenankan saya dan orang-orang terkasih mengunjungi makam Nabi terkasih-Nya suatu hari nanti.

Sebelummya, bapak ustad Abdul Ghofur sudah mewanti-wanti kami agar tidak melakukan aktifitas bid'ah apalagi syirik seperti meminta berkah dari kuburan dan lain sebagainya, nau'dzubillaah. Beliau juga mengingatkan bahwa tujuan melakukan ziarah kubur salah satunya adalah mengingatkan akan kematian yang bisa terjadi kapan saja.

Bersambung

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun