para penutur dianggap lebih keren, lebih pintar, lebih gaul, dan berintelektual dibandingkan dengan orang lain yang menggunakan bahasa indonesia saja. sehingga memberikan perasaan diakui oleh lawan bicaranya. contoh saja di ibukota, keminggrisan ini sudah menjadi hal lazim dalam hal memenuhi kebutuhan sosial. Penggunaan kata "Literally", "Which is", "even", dan kata lainnya mereka gunakan hampir di setiap kalimat ketika berbicara. Tidak hanya secara verbal, penggunaan keminggrisan ini juga sering digunakan di media sosial sebagai komunikasi dengan jangkauan yang lebih luas.
Daryono dalam bukunya yang berjudul "Berbahasa Indonesia dengan Logis dan Gembira" berpendapat bahwa kadang ada beberapa istilah yang membuat kita merasa "harus" menginggriskan, demi pertimbangan kesan ilmiah atau hal-hal tertentu". Hal ini memberikan pandangan lain terhadap fenomena keminggrisan justru digunakan dengan catatan harus sesuai porsinya.
di sisi lain keminggrisan ini memberikan dampak positif juga bagi para penuturnya,dengan mencampuradukkan bahasa indonesia dan inggris tentu para penutur semakin paham dengan bahasa inggris dan memudahkan penutur untuk mendapatkan informasi. bahasa inggris juga dapat meningkatkan sumber daya manusia. dengan bahasa inggris juga dapat membantu mengikuti perkembangan teknologi di era globalisasi yang sangat cepat, nantinya juga mampu meningkatkan aspek sosial dan dapat bersaing di kancah internasional terutama komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
kesimpulannya Keminggrisan bukanlah hal yang salah dalam berbahasa, karena sejatinya berbahasa merupakan kebebasan bagi para penuturnya. Hanya saja, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, menentukan lawan bicara yang sesuai sehingga menghasilkan efektivitas berbahasa agar tujuan dari komunikasi tersebut sampai, bukan hanya agar dianggap keren semata.