Obesitas saat ini menjadi permasalahan gizi yang sering terjadi di dunia bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa obesitas sebagai epidemic global, hal ini dikarenakan penyebaran obesitas yang cukup meluas dari satu wilayah negara ke negara lainnya. Dahulu obesitas di Indonesia belum menjadi masalah di masyarakat, dimana negara Indonesia masih berfokus pada peningkatan dan kemajuan dunia pertanian sehingga disebut sebagai negara agraris. Namun seiring berkembangnya zaman dan pengetahuan dalam kurun waktu 20 tahun, lebih tepatnya memasuki tahun 1990-an, setelah Indonesia dijuluki sebagai negara industri barulah obesitas menjadi masalah yang peningkatannya cukup pesat (Thahir & Masnar, 2021). Hal ini terlihat dari prevalensi obesitas yang kian meningkat di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007 menyebutkan terdapat 10,5% proporsi obesitas pada orang dewasa, naik ke 14,8% pada tahun 2013, dan meningkat lagi menjadi 21,8% pada tahun 2018 (Burhan et al., 2023).
Obesitas sendiri merupakan kondisi lebihnya jumlah lemak di dalam tubuh seseorang dimana nantinya kelebihan lemak tersebut akan tersimpan di jaringan lemak sehingga menyebabkan seseorang mengalami kenaikan berat badan yang berdampak buruk bagi kesehatan. Obesitas merupakan cikal bakal dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes melitus tipe 2, hipertensi, stroke, serangan jantung, osteoartritis, dan penyakit sindrom metabolik lainnya. Kelompok usia yang rentan terhadap kejadian obesitas adalah orang dewasa dengan usia lebih dari 18 tahun, namun pada kenyataannya juga banyak kelompok-kelompok lain seperti anak dan remaja yang rentan mengalami obesitas dikarenakan kondisi lingkungan yang tentunya mempengaruhi asupan, pola makan dan juga aktivitas fisik mereka (Thahir & Masnar, 2021). Seseorang dikatakan obesitas jika memiliki kelebihan berat badan sebesar 20% dari berat badan normal (Kinansi et al., 2023).
Pembahasan
Berkembang pesatnya obesitas di Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkontribusi terhadap peningkatannya, yaitu faktor perilaku dan juga genetik seseorang. Perilaku hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan dan minuman berkalori tinggi, kurangnya aktivitas fisik, rutinitas tidur yang salah serta kebiasaan merokok menjadi penyebab yang marak terjadi untuk kejadian obesitas
 (Kinansi et al., 2023). Tingginya konsumsi makanan tidak sehat tentu saja didukung oleh kondisi lingkungan dan trend makanan yang berkembang, dimana bisa dilihat bahwa penjualan makanan tinggi kalori dan lemak cenderung lebih disukai dibanding dengan makanan-makanan yang sehat, hal ini didukung dengan preferensi rasa yang disukai masyarakat Indonesia, dimana rasa gurih, asin dan pedas menjadi rasa yang paling digemari. Tingginya konsumsi makanan seperti itulah yang akan menyebabkan penumpukan lemak, terlebih lagi makanan berlemak tinggi akan meningkatkan total energi dan cita rasa makanan sehingga melemahkan efek kenyang (Arifani & Setiyaningrum, 2021). Selain itu, menurunnya tingkat aktivitas fisik dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang ada, kemajuan ini memang memudahkan manusia dari berbagai aspek sehingga seseorang dapat menghabiskan setengah hari dari kehidupannya untuk duduk dan setengah hari lainnya untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas ini menyebabkan akumulasi lemak yang tersimpan di jaringan lemak tubuh tidak bisa diubah menjadi energi dan akan terus tersimpan sebagai lemak. Proporsi penurunan tingkat aktivitas fisik tidak hanya terjadi di negara maju, namun negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah juga mengalami hal yang sama. Di Indonesia sendiri proporsi kurang aktivitas fisik pada usia lebih dari atau sama dengan 10 tahun meningkat dari 26,1% pada tahun 2013 menjadi 33,5% di tahun 2018 (Burhan et al., 2023). Lalu merokok, menurut beberapa penelitian merokok merupakan kebiasaan yang menjadi faktor risiko obesitas, hal ini disebabkan oleh penumpukan lemak tubuh dapat dipengaruhi oleh kortisol, sedangkan kortisol sendiri dipengaruhi oleh nikotin yang ada pada rokok, dimana nikotin memiliki efek anti estrogenik dan meningkatkan hormon kortisol. Peningkatan kortisol ini yang menyebabkan penumpukan lemak pada perut dan mengurangi massa otot panggul, selain itu paparan asap rokok juga dapat meningkatkan resistensi insulin yang berhubungan erat juga dengan akumulas lemak (Arifani & Setiyaningrum, 2021).
Obesitas, penyakit tidak menular yang sering diabaikan ini nyatanya memiliki dampak serius bagi kesehatan. Obesitas menjadi cikal bakal atau disebut sebagai ibu dari berbagai penyakit tidak menular. Akibat dari banyaknya penyakit yang bisa ditimbulkan oleh obesitas menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas penderita obesitas menjadi cukup tinggi, hal ini jugalah yang berdampak terhadap peningkatan biaya kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Berbagai dampak kesehatan
 yang disebabkan oleh obesitas yaitu percepatan penuaan dimana umur biologis seseorang dapat dihitung melalui komposisi lemak di dalam tubuh, bila lemak berlebih maka sekresi zat-zat yang bersifat oksidatif atau radikal bebas yang menyebabkan umur sel menjadi lebih tua juga akan meningkat. Kemudian gangguan kecerdasan, menurut studi jaringan otak anak yang menderita obesitas mengalami kekurangan sebesar 4% dibanding anak yang memiliki berat badan normal dan orang dewasa yang menderita obesitas otaknya akan terlihat 8 tahun lebih tua dibanding dengan orang dewasa dengan berat badan normal, hal ini dikarenakan oleh radikal bebas dan gangguan darah perifer yang disebabkan oleh kadar lemak dan gula yang tinggi. Selain itu, obesitas juga berdampak dengan peningkatan DM tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan gangguan pembekuan darah. Hal ini diawali dengan resistensi insulin yang bermanifestasi munculnya hipertensi, dislipidemia, hiperurisemia, disfungsi endotel dan lipotoksisitas terhadap sel beta (Masrul, 2018).
Penutup
Dengan banyaknya dampak negatif serta faktor risiko yang menjadi hal wajar di lingkungan sekitar, maka pencegahan dan langkah untuk mengatasi obesitas harus dijalankan dengan serius oleh berbagai pihak. Dimulai dari tingkat individu hingga tingkat yang lebih tinggi yang memiliki kewenangan dalam membuat regulasi dan pengaturan sarana dan prasarana kesehatan. Edukasi terkait pentingnya mengatur pola konsumsi makan yang sehat serta peningkatan aktivitas fisik perlu digencarkan oleh tenaga kesehatan terkait terhadap seluruh lapisan masyarakat, melihat obesitas tidak hanya menyerang masyarakat pada lapisan kelas tertentu. Selain edukasi, deteksi dini kelebihan berat badan, diagnosa dan pengobatan obesitas juga harus terintegrasi dengan baik. Pendekatan yang baik juga diperlukan untuk mengatasi obesitas dengan mengetahui serta memahami aspek penyebab peningkatan obesitas selama 40 tahun terakhir.
 DAFTAR PUSTAKA
Arifani, S. and Setiyaningrum, Z., 2021. Faktor Perilaku Berisiko yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Usia Dewasa di Provinsi Banten Tahun 2018. Jurnal Kesehatan, 14(2), pp.160-168.
Burhan, F.Z., Susetyowati, S. and Julia, M., 2023. Obesitas sebagai faktor risiko penurunan aktivitas fisik vs. penurunan aktivitas fisik sebagai faktor risiko obesitas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 20(2), pp.64-71.
Kinansi, R.R., 2023. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Obesitas pada Wanita Usia Produktif di Dukuh Gamol, Wilayah Kerja Kecamatan Mangunsari, Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(3), pp.318-329.
Masrul, M. 2018 'Epidemi obesitas dan dampaknya terhadap status kesehatan masyarakat serta sosial ekonomi bangsa', Majalah Kedokteran Andalas, 41(3), pp. 152-162.
Thahir, A.I.A. and Masnar, A. 2021. Obesitas Anak dan Remaja: Faktor Risiko, Pencegahan, dan Isu Terkini. Edugizi Pratama Indonesia.