Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Rajinlah Cuci Tangan di Mekah

10 Oktober 2013   07:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:44 189 4
Ada satu kekhawatiran yang jamak ada di pikiran jamaah haji sebelum pergi: gimana jika ingin kencing, padahal jamaah begitu banyak, toilet ada di luar lagi. Apalagi yang memiliki penyakit beser, sering pipis. Sejatinya, para jamaah tidak perlu takut tentang itu. Insya Allah jika kita khusu dan menikmati ritual ibadah, kita sendiri akan lupa tentang kencing dan baru ada keinginan justru setelah selesai ibadah. Namun demikian, waspadai yang satu ini: diare.

Dalam perjalanan haji tiga tahun lalu, saya terkena diare ketika saya berada di Mekah. Meski beruntung diare tidak menyerang saat saya menjalankan aktifitas ibadah di Masjidil Haram, tapi tetap saja efeknya terasa: lemas. Belum jika diikuti turunnya nafsu makan atau bahkan meriang. Kenapa saya sampai diare padahal saya tidak pernah makan di luar dan selalu makan di hotel tempat menginap? Kalau terjadi makanan kotor, tentunya rekan serombongan pun akan kena.

Setelah ngobrol-ngobrol dengan seorang jamaah yang berprofesi sebagai dokter, saya menyimpulkan dua hal: kuman akibat tangan kotor dan fisik kelelahan menjadi penyebab yang paling logis.

Dua hal itu yang saya pahami terjadi. Fisik saya mungkin kelelahan setelah berusaha konsisten bersolat malam di Madinah, berusaha mendapatkan posisi sholat di Raudoh, berdesakan menjenguk makam Nabi dan perjalanan panjang Madinah-Mekah. Bisa jadi saya kurang mendapatkan tidur yang berkualitas, bukan tidur yang lama, karena keasyikan mengobrol bersilaturahim dengan sesama jamaah. Dan di kala kelelahan itu pula mungkin perhatian saya akan kebersihan diri jadi berkurang.

Di Masjid Nabawi, kita solat di atas permadani, karpet yang nyaman dan indah. Sementara untuk lalu lalang, terdapat koridor ruang yang tidak diberi karpet. Lalu lalang orang di atas permadani terbatas hanya dilakukan mereka yang mencari posisi solat. Karena itu, tangan kita tidak terlalu banyak bersentuhan dengan lantai yang diinjak, tetapi bersentuhan dengan karpet, meski tidak menutup kemungkinan kuman pun berada di karpet tempat solat.

Sementara itu, Masjidil Haram berbeda dengan Masjid Nabawi. Di Masjidil Haram kita tidak menemui adanya karpet. Jalur lalu lalang sih memang disediakan. Namun para jamaah umumnya menggunakan jalur di mana saja yang bisa dilewati, termasuk berjalan di saf tempat solat. Wajar saja, karena Masjidil Haram adalah tempat konsentrasi semua jamaah sedunia yang hadir pada satu saat. Bayangkan pada saat puncak ibadah di Baitullah berapa jumlah jamaah yang lalu lalang di depan kita. Konsekuensinya, tempat di mana sujud adalah lantai yang diinjak orang lalu lalang. Saat itulah tangan kita bersentuhan dengan banyak debu dan kotoran dan lain-lain termasuk kuman, meski kita lihat petugas pembersih lantai bekerja keras dan rutin di Masjidil Haram.

Itulah mungkin yang terjadi, saat pulang ke penginapan, kita lupa cuci tangan sebelum makan atau sebelum melakukan aktifitas lain yang berhubungan dengan mulut. Akhirnya diare menyerang.

Lalu harus bagaimana? Ah, saya mah mau pakai kaus tangan saja. Ah, saya mah gak mau bersentuhan dengan lantai saat sujud.

Please deh. Tidak begitu amat lah. Kita harus ingat juga kesempurnaan shalat, tangan bersentuhan dengan tanah kan? Yang perlu dilakukan gampang sekali, cuci tangan doang, utamanya sebelum makan. Bebas biaya, tidak memakan waktu. Selain itu tidurlah yang cukup dan jaga kondisi badan.

Semoga Allah memberi keaehatan dan kelancaran bagi para jemaah haji di sana. Semoga Allah memberi kesempatan berhaji bagi mereka yang belum berhaji. Semoga Allah melapangkan hati para jamaah yang sedang berada dalam daftar tunggu, sehingga mereka memanfaatkan waktu tunggunya untuk lebih mempelajari ibadah haji dan mendekatkan mereka kepada kemabruran haji.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun