Namun, ada sesuatu yang berbeda dari Ma Icih dalam dua tiga hari ini. Maaf, bukan karena Ma Icihnya tambah keriput. Bukan pula karena Ma Icih nya sekarang menengok ke belakang - setelah ada versi menghadap ke samping. Yang menjadi berbeda adalah dalam masalah distribusi produk. Dalam dua tiga hari belakangan ini, Ma Icih dijajakan dengan terang-terangan, tidak lagi mengandung 'misteri' yang menarik pelanggan menyusuri di mana lagi Ma Icih akan dijajakan.
Sebagai bukti, sejak hari Selasa dan Rabu ini, di sepenggal jalan BKR Lingkar Selatan Bandung, di area sekitar Hotel Horison, ditemui setidaknya tiga gerai Ma Icih. Gerai ini baik berupa kendaraan beca ditutupi poster Ma Icih, atau mobil yang juga disertai poster Ma Icih. Bahkan jarak antar gerai ini juga tidak terlalu jauh. Lalu, berbelok sedikit ke jalan Buah Batu, Ma Icih juga ditemui di toko oleh-oleh Prima Rasa atau bahkan di jongko / warung di depannya. Sementara tetangga di depan rumah mertua di sekitaran area itu pun memasang poster Ma Icih. 'Fenomena' apakah gerangan ini?
Sepintas terlihat sepertinya terjadi sebuah perubahan strategi bisni Ma Icih. Strategi sekarang sepertinya lebih menekankan kepada masalah distribusi. Bukti-bukti di atas sepertinya menambah kuat dugaan ini, karena secara jelas terlihat bahwa distributor-distributor produk Ma Icih makin banyak. Hal ini berujung dengan hasil nyata dan bermanfaat yaitu makin mudahnya konsumen mendapatkan produk Ma Icih. Dengan mudahnya konsumen mendapatkan produk Ma Icih, tentunya penghasilan kotor perusahaan makin besar bukan? Penghasilan besar tentunya diharapkan membawa keuntungan yang besar. Keuntungan bukan saja bagi pemilik bisnis Ma Icih, namun juga bagi para distributornya.
Namun apakah secara bisnis strategi yang dilakukan ini sudah benar? Pakar-pakar bisnis dan marketing mungkin bisa menjawabnya. Namun bisa jadi penguatan distribusi (yang menurut saya berhasil) tidak begitu tepat bagi produk semacam Ma Icih, berhubung Ma Icih bukan produk yang diperlukan sehari-hari atau setiap hari, yang pada suatu saat bisa saja mencapai titik bosan atau jenuh. Sebagai konsumen - yang menyukai kurupuk lada dari sejak SD (dahulu mah disebutnya kueupuk 'bondon') - saya juga merasa kehilangan tantangan mendapatkan produk Ma Icih. Tantangan dalam bentuk misteri dan tebak-tebakan tentang di mana lagi ya Ma Icih bisa ditemui.
Mudah-mudahan apa yang terjadi ini tidak seperti yang saya pikirkan, karena pastinya akan banyak para profesional dalam bidang strategi dan marketing yang berada di belakang layar bisnis Ma Icih. Sukses selalu buat Ma Icih.
Jadi, what happen, aya naon di Ma Icih?
Nya, teu aya nanaon. Ieu mah si Ripki wae nu riweuh. (ya gak ada apa-apa, ini mah Rifki saja yang repot)