Kira-kira seperti itulah sebuah komentar yang saya baca di fesbuk saat pemilihan presiden masih dalam tahap kampanye, dan adu tegang antara dua kelompok pendukung presiden begitu intense. Saya sebagai seorang penulis di Kompaisana agak cukup bingung menyikapinya. Jika hanya mengacu kepada artikel-artikel di Kompasiana yang menjadi alasan munculnya komentar seperti di atas, yang memang penuh “kenegatifan” , saya cenderung menyetujuinya. Namun, beruntung saya sudah bergabung dengan Kompasiana sejak 2011, sehingga saya bisa memberikan respons yang cukup objektif: “Ah, itu perasaan dia saja. Kompasiana itu bagus, tinggal dari sudut mana kita melihatnya, menyikapinya dan memanfaatkannya”.
Bagi saya, Kompasiana adalah sebuah media sosial yang sangat bagus bagi sesiapa yang mau belajar menulis dan menggeluti kepenulisan. Di Kompasianalah saya bisa mengolah lebih lanjut kemampuan saya yang baru ditemukan belakangan: menulis. Di Kompasianalah saya bisa menemukan “keberadaanku”. Tidak sebagai penulis profesional tetapi menjadi profesional penulis, apa pun profesi saya.
Saya teringat di awal tahun 2011 saat saya mulai bergabung dengan Kompasiana. Saat itu ada sebuah aktivitas yang bernama blogshoptips.Begitu banyak tulisan muncul di kolomblogshoptips yang berisi tips-tips ringan dan implementatif mengenai kepenulisan. Berbagai kalangan penulis, baik yang yunior maupun senior,tidak segan dan tidak pelit berbagi pengalaman. Banyak sekali pelajaran kepenulisan yang saya petik. Bahkan saya pun tertantang dan ikutarus, menulis di kolom itu. Mengejutkan, karena meski saya terkategori sebagai penulis pemula,namun tulisan saya cukup diterima dan diapresiasi. Meski belum pernah menjadi pemenang bulananblogshoptips, tapi saya sejatinya menemukan sebuah kemenangan lain:apresiasi penyemangat menulis. Bahkan saya mendapat bonus kemenangan tambahan lain yaitu pertemanan dengan rekan-rekan Kompasiana seide dan seirama dan yang tidak segan berbagi. Dua hal itu adalah modal sangat besar bagi berkembangnya kemampuan menulis saya.
Aktivitas menulis saya pun berlanjut. Komentar-komentar sahabat lalu muncul. Komentar yang datang saya anggap bukan sebuah komentar, melainkan sebuah evaluasi terhadap tulisan saya: apakah itu sebuah apresiasi ataukah sebuah kritik membangun.
Lalu….
Selalu ada mula dari segala cerita….
Selalu ada awal dari semua ihwa….
Selalu ada kali pertama dari setiap peristiwa….