Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Pelajaran Berpolitik dan Demokrasi Untuk Mira Lesmana, dkk

15 Juli 2014   20:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:15 535 3
Saya tidak mengerti pola pikir pendukung Jokowi-Jusuf Kalla yang terus menjalankan rencana mereka memenangkan Jokowi-JK melalui pola pembentukan opini secara sistematis dengan tujuan mendelegitimasi keputusan KPU melalui beberapa quick count yang memenangkan Jokowi-JK sebagaimana dirilis beberapa lembaga survey seperti LSI, SMRC, Indikator, CSIS-Cyrus Network dan Polmark, padahal semua pemimpin lembaga survei tersebut secara terbuka sudah menyatakan mendukung Jokowi-JK. Segitu haus berkuasakah mereka sampai harus menghalalkan cara-cara curang seperti ini?

http://nasional.kompas.com/read/2014/06/11/2016450/Saiful.Mujani.Benarkan.Bagi-bagi.Uang.Usai.Kampanye.untuk.Jokowi

http://m.antaranews.com/berita/434407/denny-ja-dukung-jokowi-karena-ideologi

http://m.detik.com/news/pemilu2014/read/2014/06/21/104240/2615016/1562/sofjan-wanandi-hadiri-acara-buruh-se-bandung-raya-dukung-jokowi-jk

http://politik.rmol.co/read/2014/06/27/161339/Agus-Gumiwang-Hadiri-Deklarasi-Laskar-Biji-Kopi-Dukung-Jokowi-JK-

http://m.merdeka.com/politik/eep-saefulloh-mengaku-jadi-konsultan-jokowi-jk-tanpa-bayaran.html

http://m.beritajatim.com/nasional/210851/andrinof_chaniago:_tim_sukses_jokowi-jk_merasa_sudah_menang.html#.U74o0JbZHqA

Usaha mendelegitimasi keputusan KPU dan memaksa KPU mengeluarkan hasil mengikuti quick count dari lembaga survei bayaran Jokowi-JK tersebut bisa dilihat secara kasat mata, mulai dari pernyataan Jokowi-JK hanya bisa kalah oleh kecurangan; deklarasi kemenangan prematur oleh Megawati dan Jokowi; usaha memecah Koalisi Merah Putih dengan menawarkan bergabung ke koalisi Jokowi-JK yang "sudah menang pilpres"; memasang iklan kemenangan seperti di halaman 10 Jawa Pos: Burhanuddin Muhtadi berkata bahwa hasil KPU pasti salah apabila hasilnya berbeda dari quick count versi mereka; cover majalah Tempo yang menginsinuasi seolah Jokowi sudah terpilih sebagai presiden; pernyataan provokatif Ahmad Riyani, Koordinator ProJo Nasional dan Pemenangan Jawa Barat bahwa mereka menggalang massa di seluruh kota besar untuk mendesak KPU agar netral dengan tidak memenangkan Prabowo-Hatta dan mereka akan menentang keputusan KPU yang memenangkan Prabowo-Hatta; Boni Hargens juga mengeluarkan ancaman bahwa KPU akan "bermasalah" dengan rakyat bila hasil hitung KPU berbeda dengan hasil quick count yang memenangkan Jokowi-JK. Logika gila macam apa ini?

http://www.suaranews.com/2014/07/kebiasaan-ulah-si-banteng-tak-pernah.html?m=1

Sekarang para selebritis pendukung Jokowi-JK antara lain: Mira Lesmana, Happy Salma, Nina Tamam, Riri Riza dkk, menulis surat terbuka yang intinya meminta Prabowo membantu menurunkan ketegangan di masyarakat menjelang pengumuman resmi KPU tanggal 22 Juli 2014 dengan cara mengakui kekalahan berdasarkan quick count dan selanjutnya menunggu KPU mengesahkan hasil quick count yang telah memenangkan Jokowi-JK. Pernyataan di atas membuktikan bahwa terlepas retorika dari Jokowi-JK dan pendukungnya bahwa mereka pro demokrasi dan kuatir Prabowo-Hatta akan merusak demokrasi, tapi faktanya yang tidak menghormati dan tidak mengerti demokrasi adalah mereka sendiri.

Adapun komentar saya terhadap surat terbuka tersebut adalah:

Pertama, saya yakin bahwa para selebritis atau public figure pendukung Jokowi-JK menulis surat bukanlah atas inisiatif mereka melainkan by design dari timses Jokowi-JK sebagai bagian dari usaha melegitimasi hasil survei yang memenangkan Jokowi-JK dengan memanfaatkan kedudukan penulis surat sebagai selebritis. Mira Lesmana memang berjasa membangkitkan dunia perfilman di Indonesia melalui Pertualangan Sherina dan Ada Apa Dengan Cinta, walaupun magnum opus Mira Lesmana ini sukses karena komposer soundtrack film, yaitu alm. Elfa Secioria dan Melly Goeslaw ketimbang filmnya sendiri. Setelah kedua film tadi, mana lagi film Mira Lesmana yang dianggap bermutu? Gie? Jauh dari bermutu; Laskar Pelangi, Sang Pemimpi? Adaptasi novel kontemporer terkenal yang pasti ditonton penggemar terlepas kualitasnya.

Lalu selain Mira Lesmana, apa jasa para selebritis lain yang menulis surat kepada Indonesia sehingga mereka merasa memilik hak mewakili "suara rakyat Indonesia"? Ambil contoh tiga saja: Riri Riza yang hanya bisa mengekor Miles Production milik Mira Lesmana; atau prestasi apa yang pernah dibuat Happy Salma melalui sinetron, film, novel, lagu karyanya? Atau Nina Tamam dengan grup vokal yang sudah terlupakan publik itu, dan kapan terakhir kali Nina Tamam dan grup vokalnya menelurkan lagu yang melegenda?

Kedua, kemudian apa dasar atau alasan quick count yang dikeluarkan konsultan politik bayaran Jokowi-JK layak dipercaya padahal sudah terbukti perhitungan yang mereka lakukan tidak objektif dan berusaha menggiring kepada kemenangan Jokowi-JK terlepas apapun hasil yang sebenarnya di lapangan. Kita ambil contoh quick count yang dilakukan Saiful Mujani yang tertangkap basah mencoba membohongi publik dengan bukti sebagai berikut:

http://m.kompasiana.com/post/read/673579/1/masih-bisakah-mempercayai-saiful-mujani.html

https://www.facebook.com/notes/tras-rustamaji/catatan-quick-count-pilpres-2014/10152551028838914  

Dengan demikian selebritis pendukung Jokowi-JK mau Prabowo-Hatta mengakui hasil quick count yang keabsahannya tidak ilmiah karena memihak dan dibuat dengan tujuan membohongi publik. Logika gila macam apa yang dipikirkan mereka?

Ketiga, ketegangan akibat adu quick count antara kedua kubu dimulai ketika Jokowi dan Megawati membuat pengumuman prematur bahwa mereka adalah pemenang pilpres sehingga tentu saja Prabowo-Hatta harus membuat pengumuman tandingan, itupun pengumuman quick count segera mereka hentikan setelah mendapat teguran dari KPI dan KPU. Sayangnya kendati mendapat teguran yang sama dari KPI dan KPU, tapi sampai sekarang kubu Jokowi-JK terus menerus mengumumkan quick count yang memenangkan mereka dengan mendahului keputusan KPU. Mengapa para selebritis pendukung Jokowi-JK tidak meminta pihak yang mereka dukung untuk menghormati KPU dan KPI?

Keempat, surat terbuka para selebritis tersebut membuktikan bahwa mereka tidak mengerti hakekat demokrasi, mereka tidak memahami alasan kita mengadakan pemilihan presiden secara langsung dengan sistem one man one vote, mereka tidak mengerti alasan penyelenggara pemilu diserahkan kepada badan independen seperti KPU dan alasan pengawas pemilu diserahkan kepada Panwaslu dan Bawaslu. Karena mereka tidak mengerti, maka sekarang saya akan mengajarkan para selebritis pendukung Jokowi-JK mengenai demokrasi yang sedang kita lakukan.

Alasan Indonesia mengadakan pemilihan presiden langsung dengan merombak tata cara sebelumnya yang melalui MPR adalah untuk menjamin asas kedaulatan rakyat secara terbuka dan bertanggung jawab. Pemilihan langsung akan membuat proses politik tidak menjadi domain atau monopoli para elit politik sebab rakyat pemilih turut serta dalam mengawasi proses pemilihan sehingga proses politik tidak lagi menjadi proses yang elitis. Oleh karena itu setelah pengumuman pemenang memberi hak kepada setiap presiden terpilih untuk mengatakan, peoples have spoken, rakyat telah berbicara. Untuk itulah suara rakyat yang sedang dihitung KPU menjadi penting sebab setiap suara akan dihitung tanpa terlewat guna membuktikan capres mana yang memperoleh dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat

Sayangnya para elite politik yang berkumpul di kubu Jokowi-JK sekarang ini berkonspirasi menolak sistem pemilihan presiden langsung dengan menggunakan mekanisme quick count sebagai sarana mendelegitimasi suara rakyat yang dihitung oleh KPU sehingga dampak dari korupsi politik dan elitisme pilitik tersebut adalah rakyat diasingkan dari proses politik padahal ini mencederai kedaulatan rakyat yang berharga mahal.

Kelima, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan koalisi partai pengusungnya telah mengikuti semua proses pemilu sejak verifikasi parpol, pemilihan legislatif, negosiasi dengan calon mitra koalisi, pendaftaran koalisi, mengikuti debat capres, kampanye sesuai aturan dan jadwal yang ditetapkan KPU, dan oleh karena itu mereka memiliki hak penuh untuk mendapatkan hasil pilpres dan mengabaikan suara-suara pihak ketiga yang menilai bahwa mereka adalah pihak yang kalah. Sehingga semua pihak yang mencoba menghalangi kubu Prabowo-Hatta dalam menjalankan hak-haknya sebagai pasangan capres-cawapres termasuk menghalangi mereka dari diangkat sebagai presiden dan wakil presiden bila rakyat memberi mandat kepada mereka adalah penjahat demokrasi yang sesungguhnya.

Saya berharap Jokowi-Jusuf Kalla dan pendukungnya menghentikan semua usaha mereka memanas-manaskan situasi sosial dan politik hanya demi mengejar jabatan semu. Berpolitiklah dengan elegan dan santun serta hormati pilihan rakyat. Biarkan KPU bekerja dengan tenang dan jangan mengorbankan rakyat demi ambisi kalian!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun