Oleh karena itu dapat dimengerti ketakutan Jokowi-JK bila permintaan Prabowo-Hatta untuk mengulang pilpres di 52.000 TPS di seluruh Indonesia dikabulkan KPU atau Mahkamah Konstitusi sementara semua trik licik mereka sudah ketahuan sehingga sulit diulangi kembali. Dengan asumsi Jokowi-JK melakukan mark up atau penggelembungan hingga 200 suara per TPS sesuai rata-rata penurunan suara di Jakarta, maka suara Jokowi-JK akan turun sebesar 10.400.000 setelah pencoblosan ulang sementara margin suara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK berbeda sekitar 8.500.000 maka sudah dipastikan bahwa pasangan pemenang pilpres setelah pencoblosan ulang adalah Prabowo-Hatta.
Yang lebih penting lagi, penurunan suara Jokowi-JK sebesar 10.400.000 bila pilpres diulangi pada 52.000 TPS bermasalah sangat konsisten dengan mark-up DPT oleh KPU sebanyak 11.879.744 suara dan semua suara ilegal ini masuk ke kubu Jokowi-JK dan disahkan oleh KPU yang ketuanya adalah suami dari adik ipar JK dan tertangkap basah bertemu timses Jokowi-JK di sebuah hotel (http://m.kompasiana.com/post/read/676171/1/menuju-pertempuran-akhir-prabowo-vs-csis-feat-jokowi.html).
Demi menjaga kedaulatan rakyat maka tidak ada alasan untuk tidak mengulang pilpres terutama di 52.000 TPS bermasalah. Pencoblosan memang mahal tapi siapa bilang suara rakyat itu murah? Bila mau pilpres murah maka lebih baik kita kembalikan mekanisme pemilihan presiden ke MPR-RI saja, sedangkan pemilu adalah untuk memilih anggota MPR/DPR.
Berdasarkan semua perhitungan di atas maka kita bisa mengatakan bahwa pernyataan Umar Abduh selama 18 menit di Youtube bahwa menurut data yang dia pegang seharusnya Prabowo-Hatta adalah pemenang pilpres dengan raihan suara 54% adalah benar (lihat http://www.youtube.com/watch?v=x8WoJBklpVE). Tidak heran bila Jokowi-JK takut bila pilpres diulang sebab sudah jelas bahwa mereka pasti kalah bila pilpres berjalan tanpa kecurangan.