Di bawah teratak yang tersusun rapi itu, orang penuh sesak. Sebagian kecil duduk di kursi kayu panjang. Sebagian besar bersila di atas tikar pandan, beralaskan tanah becek sisa hujan. Benar-benar tak menyurutkan niat mereka untuk membatalkan takziah hari pertama kematian Ompung Somang yang ganjil itu. Tak perduli rintik hujan masih setia mengiringi meninggalnya tokoh terpandang di kampung itu. Tak risau bagaimana nyamuk merubung, membuat wajah, telinga, lengan dan ujung kaki, gatal bukan kepalang.
KEMBALI KE ARTIKEL