ibu menggarami duka dari percik air mata
hujan menggenapkan raung jiwa
ketika ayah mencekik dunia dalam sebotol
kamput
kulihat liur ayah adalah sebangsa ragi
apakah fermentasi telah berhasil membusukkan
akal sehatnya?
kami telah kehilangan penyangga jiwa
penjaga marwah seorang bunda
susah-payah menggelut asap dapur dan litak daki
dia ingin memberikan rasa cinta
tak hirau ranum muntahan mewarnai dinding
apakah ayah masih setia menidurkan mimpi
sehat jiwanya?
janin masa mengajari kacau menceracau
setitik kulminasi belati yang membeli darah amarah
haruskan ditukar segeladak duka
ibu menggaris rasa dengan adonan kalis
ayah memutus asa dan membantatkan cerita
aroma kue menggosong
saat aku tahu ayah dibunuh mimpinya
pada belati kutoreh rasa mabuk
tak ada serapah di sini
hari berlalu tak ada orang mabuk
ketika ibu meraih rindunya di tanganku
aku menemukan ibu masih di selasar
hujan dia garami di balik terali
dia berbisik, "jangan jadi pemabuk, nak!"
"jadi pembunuh, biarlah ibu."
hujan mengggenapkan perintah
waktu berkunjung sudah usai
lonceng berbunyi di pinggir kesunyian
aku malu
Plg, 2020