Begitulah yang tertera di linimasa barusan. Ironis? Ya! Jika kalian masih ingat bahwa sekarang Hari AIDS, tentu makin miris. Di bulan yang sama, tapi dua tahun yang lalu saya pernah menulis artikel berjudul
Sekilas Problematika HIV/AIDS di netsains.com. "..... Terlepas dari itu semua, belum tentu yang menderita HIV/AIDS karena perbuatannya sendiri dan setiap orang punya hak untuk berobat." Salah satu kalimat yang pernah saya tulis begitu. Kasus AIDS per September 2011 (Kemenkes) Jawa Timur: 4318; Papua: 4005; DKI: 3998; Jawa Barat: 3804; Bali: 2331. Sampai sekarang saya masih berusaha memahami pikiran orang yang mendiskriminasi. Mereka penderita HIV/AIDS bukan kusta yang jenisnya basah. Saya adalah mahasiswi kesehatan, di fakultas kami tiap tahun di bulan Desember merayakan Hari AIDS ini dengan penderita HIV/AIDS dengan long march dari titik A ke titik G sekitar pukul 7 malam dengan memakai dress code berwarna merah. Seharusnya mereka yang mendiskriminasi harus ikutan kegiatan serupa yang seperti kami lakukan. Hmmm... Siapa tahu dapat pencerahan! Dan saya juga masih bingung kenapa tiap media massa mensosialisasikan hal ini, mulai dari pengertian HIV/AIDS sampai gejala dan pengobatan, masyarakat masih
shock ketika berhadapan langsung dengan mereka. Seperti kasus (lihat gambar) di atas. Benar seperti yang diutarakan Fajar Jasmin: if it's not discrimination, .... Tapi yang terlintas di benak saya, jika memang bukan karena diskriminasi, mungkin sekolah tersebut malu memiliki siswa yang orang tuanya adalah penderita HIV. Tapi "malu" tidak akan pernah disebut, hanya disebut dalam
batin mereka. Apa kata dunia?! Tidakkah mereka tahu bahwa
HIV belum tentu AIDS sedangkan AIDS sudah tentu HIV? Apa sebetulnya yang salah karena sosialisasi dari media massa? Apa sebetulnya tidak ada pengaruh antara tingkat pengetahuan dengan penerimaan informasi? Ah, saya bingung! Bijaklah.. :-)
KEMBALI KE ARTIKEL