Saya berpaling dari layar laptop sesaat setelah mata perkuliahan Ekonomi Internasional siang ini selesai, terasa menyegarkan kepala ketika kita mempelajari dan menemukan hal-hal baru dalam hidup atau sekedar melengkapi puzzle-puzzle pemikiran yang perlu disempurnakan. Dan saya hanyut dalam sensasi yang diciptakan kafein ketika mengalir dalam darah dan mencapai syaraf-syaraf neo-korteks di sana, bumm.. Berbagai imaji membumbung tinggi.
Dualitas adalah keindahan tersendiri bagi mereka yg mampu menikmatinya. Sebagaimana Teori dan Praktek, meski kadangkala ada saja orang yang memandang remeh salah satu di antaranya. Atau saya masih ingat bagaimana orang menanggapi pernyataan saya, ketika saya berbicara mengenai beberapa hal terkait suatu teori. Yang terlontar dari mulut orang-orang adalah, "Ahh, itu kan teori..."
Entah bagaimana, seolah saya yakin bahwa anggapan itu berasal dari keputus-asaan paling dalam dari seorang manusia. Keputus-asaan yang akhirnya menghantarkan seseorang terjebak dalam sebuah alunan irama teori yang sudah berjalan sedemikian rupa, sehingga membuatnya terlena di dalam sana.
Itulah yang mungkin terjadi kepada para penemu teori pada awalnya, dimana ketika ia sedang menjabarkan suatu sistem atau penemuan dengan sebuah teori lantas orang-orang di sekelilingnya akan berkata "Ahh, itu kan cuma teori.."
Satu-satunya jawaban yg dapat dilontarkan oleh si empunya teori adalah "Untuk mewujudkan dan mempraktekan suatu teori membutuhkan modal, waktu dan tenaga."
Jelas kita bukan pesulap yang bisa 'bimsalabim' dan kita juga bukan Tuhan yang tinggal berkata 'Kun' maka jadilah sesuatu itu. Sebuah teori diciptakan untuk memperbaharui kondisi di zaman itu. Semisal teori mengenai sistem informatika, dirancang tentu untuk memperbaharui sistem informatika lama yg mungkin sudah usang atau bahkan sudah canggih namun rawan dari penyalahgunaan.Â