Namun sudah hampir lebih 13 tahun gelaran reformasi di jalankan, permasalahan tarik menarik kepentingan anatara lembaga tersebut makin tidak terhindarkan. contohnya saja antara bapk-bapak kita di gedung senyan. sampai saat ini posisi DPR dan DPD dalam penerapan sistim bikameral masih belum berjalan baik. tapi apa iya sistim legislatif kita menganut sistim bikameral dengan adanya MPR yang notabene merupak lembaga yang juga memiliki fungsi legislatif? dalam sektor kekuasaan yudikatif, kita di suguhkan lembaga seperti MA, MK dan KY. 3 lembaga yang berkutat dengan wewenang yudikatif ini sangat memungkinkan kerancuan dan pertanyaan publik. dalam kasus terakhir di dalam persidangan mantan ketua KPK, KY menyatakan hakim dan jaksa yang terlibat dalam putusan tersebut di duga melanggar kode etik hakim. Lantas apakah sebuah keputusan yang di buat oleh orang yang "cacat" juga dianggap cacat oleh peradilan. hal ini masih harus menuggu sampai PK yang di ajukan terdakawa mendapat jawaban.
belum lagi dalam kewenangan eksekutif, negara yang katanya menganut sistim presidensil dimana seharusnya kekuatan antara Presiden dan Parlemen terpisah dan menganut sistim check and balances. tapi di negara ini yang terjadi berbagai kerancuan terjadi saat parlemen menolak kebijakan pemerintah atau tidak sejalan dengan kebijakan parpol yang mengusung pemerintah, presiden seperti kebakaran jenggot memanggil para pembantunya yang berasal dari parpol. hal ini secara tidak langsung mempengaruhi tataran kebijakan di parlemen.
mungkin masih banyak kerancuan lagi di negeri ini, tapi mungkin hanya rakyat yang bisa menjadi kekuatan penyeimbang. namun yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah seperti apakah mekanismenya?apa rakyat butuh lembaga perwakilan lainnya?atau rakyat cukup diam saja dengan kerancuaan ini agar tidak muncul kerancuan lainnya???