Pada masa tersebut, kata beliau, secara finansial merupakan masa 'keemasan' perawat kita. Apalalagi belum banyak 'aturan' yang 'membatasi'. Sorry saya mengatakan, akhirnya tidak sedikit sebetulnya perawat kita yang (maaf), menyalahgunakan kewenangannya. Mereka bekerja melebihi apa yang menjadi tanggungjawabnya (Baca: mengobati).
Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa hal ini terjadi. Pertama, karena minimnya tenaga kedokteran secara khusus dan kesehatan secara umum. Faktor kedua, di tempat kerja, perawat terbiasa diberi kewenangan oleh dokter yang bertugas dalam bentuk pendelegasian. Minimnya tenaga dokter sebagai pimpinan Pusksmas misalnya, yang mengharuskan menghadiri berbagai rapat yang tidak bisa diwakilkan, sementara pelayanan harus jalan terus, tidak jarang di Balai Pengobatan Puskesmas, perawat lah yang menjalankan. Yang ketiga, tradisi ini kemudian menjadi 'budaya'. Yang keempat, perawat jadi terbiasa dengan pelayanan yang ada, bahwa mereka dianggap bisa praktik sebagaimana dokter.
Empat hal tersebut begitu kuat 'melegenda' di masyarakat, sehingga perawat praktik merupakan hal yang biasa dalam kehidupan bermasyarakat di negeri ini.
Pak Sae, dalam menjalankan tugasnya sehari-hari sebagai perawat merangkap 'praktik kedokteran'. Hal tersebut diakuinya. Beliau juga mengatakan bahwa hal ini diketahui dan 'direstui' oleh pimpinan Puskesmas setempat. Karena saat itu kondisinya benar-benar dibutuhkan keberadaan seorang tenaga kesehatan. Jika tidak, yang menjadi taruhan adalah nyawa orang. Terlebih, jumlah Puskesmas masih 1. Jumlah perawat hanya 4 orang. Rumah sakit harus ditempuh sejauh 40 km, naik turun bukit.
Tujuan pendirian bangsa dan negara ini sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea 4, yakni: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Salah satu bentuk implementasi yang terkait aspek kesejahteraan di sini adalah pelayanan kesehatan. Perolehan layanan kesehatan merupakan hak setiap warga negara. Oleh sebab itu, di tengah-tengah berbagai keterbatasan yang ada pada waktu di mana kita masih memiliki minimnya tenaga kesehatan, ibarat 'tidak ada rotan, akarpun jadi'. Adalah bisa 'dimaklumi' ketika perawat pada zaman tersebut melakukan 'praktik' kedokteran. Â
Kini, zaman sudah berubah. Undang-undang Keperawatan sudah tercipta. Undang-Undang Kesehatan telah disempurnakan. Profesionalitas tenaga kesehatan melalui pendidikan kesehatan khususnya keperawatan semakin maju dan kesadaran masyarakat makin meningkat. Perubahan ini membuat regulasi atau aturan terkait layanan kesehatan sudah beda dengan dua-tiga dasa warsa silam.Â