Kegelisahan para pembela hak asasi manusia terkait masalah-masalah mutakhir di ranah buruh migran kemudian terintegrasi dalam sebuah sarasehan nasional bertajuk Perumusan Strategi Kebudayaan Perlindungan Buruh Migran Indonesia. Para panelis yang terdiri dari Bambang Budiono (Pusham Unair dan calon komisioner Komnas HAM), Henri Nurcahyo ( budayawan ), Lily Pujiati ( Peduli Buruh Migran ), dan Umi Sayekti ( mantan buruh migran ) dengan peserta diskusi dari beragam kelompok-kelompok sosial dan tokoh agama kemudian menghasilkan sepuluh rekomendasi yang nantinya akan diserahkan kepada Muhaimin Iskandar selaku orang nomor satu di kementerian Tenaga Kerja dan transmigrasi Republik Indonesia. Pak menteri yang dijadwalkan hadir dalam pembukaan acara pada pukul sembilan pagi ternyata baru bisa hadir sekitar sore menjelang yang disambut oleh tabuhan jimbe dari kelompok Parade Perkusi yang penuh semangat menggantikan kelompok musik gambus dari Jember yang sudah melakukan pertunjukan pada pagi harinya.
Pak menteri yang jauh-jauh hari telah menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan anak-anak buruh migran segera saja dikerubungi oleh bocah-bocah lucu yang memanfaatkan kunjungan ke lingkungan balewiyata yang asri dan berhalaman luas seolah tempat bermain ala out bond. Sebelum pak menteri hadir – selama sarasehan – mereka mengeksplorasi kawasan balewiyata sejauh kemampuan kaki mereka melangkah dan berlari ke sana kemari ( bocah laki-laki bermain pesawat terbang kertas dan saling berkejaran, sementara anak perempuan mengumpulkan bunga-bunga liar untuk dibuat mahkota ). Bocah-bocah kemudian menyalami pak menteri satu persatu dan membuntuti hingga ke ruang aula di mana sarasehan nasional berlangsung. Sebelum itu ada kejadian lucu, saat anak-anak duduk rapi berderet menunggu detik-detik kedatangan Cak Imin, dua orang dari kementerian yang lebih dahulu tiba berjalan di hadapan mereka sambil menenteng sebuah kemasan dalam plastik berisi tas dan peralatan sekolah yang ditata dengan cara menarik. Bocah-bocah seketika termangu, berhenti mengobrol, hingga kemudian dua tiga bocah mulai bertingkah konyol. “Horeeee!” kata mereka sambil melompat-lompat kecil, antara sungkan tapi tak mampu menutupi kegembiraan. Padahal tidak ada yang memberi tahu jika mereka akan mendapatkan sebuah hadiah. Insting anak-anak ternyata sangat kuat yaa.
Sebelum menuju aula pak menteri mengunjungi meja-meja para peserta pasar rakyat yang terdiri dari kelompok-kelompok UKM para eks BMI, melihat barang-barang kerajinan bahkan menyicipi kerupuk-kerupuk aneka jenis karya mereka. Setelah itu Cak Imin beramah tamah dengan keluarga TKI asal Lumajang yang menjadi korban penembakan polisi di Malaysia beberapa waktu lalu; Hasbullah dan Sumardiyono.
Tiba waktunya anak-anak BMI dipanggil ke muka. Pak menteri menyapa mereka lagi dan memberikan hadiah yang telah ditunggu-tunggu. Dasar anak-anak, yang memberi hadiah masih di depan hidung, sebagian mereka sudah tidak sabar untuk melihat-lihat benda apa saja yang kini telah menjadi milik mereka yang sah.
Selesai dengan bocah-bocah dan tersenyum melihat kegembiraan yang apa adanya, kedua keluarga korban mendapatkan momen serupa, untuk menerima santunan yang akan diberikan oleh pak menteri kepada mereka.
Tak jauh dari mereka, para panitia pelaksana yang kurang tidur, tersenyum lega.
Alhamdulillah, Puji Tuhan!
***
Rekomendasi :
SARASEHAN NASIONAL
PERUMUSAN STRATEGI KEBUDAYAAN PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA
Balewiyata – Malang, 29 Agustus 2012
Mempertimbangkan diskusi yang berkembang dalam forum sarasehan nasional sejak pagi hingga sore hari ini, kami mencatat bahwa Buruh Migran Indonesia yang berhasil maupun yang gagal dan terpuruk, bukanlah hasil strategi menyeluruh dari negara. Buruh Migran Indonesia, baik yang berhasil maupun yang terpuruk, diselimuti oleh situasi dan pengalaman-pengalaman eksploitatif dan tidak manusiawi, baik di daerah asal, di tempat transit maupun di tempat tujuan. Situasi dan pengalaman eksploitatif itu membawa konsekuensi terjadinya penyekapan, penyiksaan atau penganiayaan yang mengakibatkan penderitaan fisik, mental yang tragis dan traumatis berjangka panjang, bahkan kematian.
Dalam konteks persoalan dan relasi Buruh Migran Indonesia dengan negara, sudah selayaknya subyek utamanya digeser dan untuk itu negara harus melakukan tindakan-tindakan dalam kerangka strategi kebudayaan negara terkait perlindungan terhadap Buruh Migran Indonesia yang mampu mengikis, melindungi bahkan menghilangkan penderitaan yang dialami Buruh Migran Indonesia.
Atas dasar petimbangan-pertimbangan tersebut di atas, negara perlu merumuskan sebuah kebijakan sebagai bagian dari strategi kebudayaan yang sekurang-kurangnya memuat rumusan-rumusan di bawah ini :
1.Negara terutama pemerintah harus menafsirkan, memaknai dan memperlakukan Buruh Migran Indonesia pertama-tama sebagai manusia, bukan sebagai mesin produksi atau komoditas.
2.Negara perlu dan mendesak untuk menghapuskan lembaga-lembaga dan praktik-praktik mafia atau kartel-kartel yang mengeksploitasi Buruh Migran Indonesia untuk kepentingan diri mereka sendiri.
3.Negara harus memperkuat harga diri Buruh Migran Indonesia melalui peningkatan identitas mereka sebagai anak bangsa yang bermartabat dan atau sebagai “duta budaya”.
4.Negara harus mengkonsolidasikan pengalaman-pengalaman kultural Buruh Migran Indonesia menjadi agenda-agenda negara yang dapat diformulasikan ke dalam modul-modul pelatihan, seperti cerita-cerita rakyat Indonesia, kuliner yang khas Indonesia, maupun karya-karya seni budaya Indonesia, dengan perimbangan bahwa Buruh Migran Indonesia sebagian besar adalah perempuan dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
5.Negara harus mengkonsolidasikan kurikulum yang lebih adaptable dengan situasi politik, ekonomi, dan budaya negara tujuan, termasuk di dalamnya materi tentang hak-hak yang dimiliki buruh migran.
6.Negara sangat perlu dan mendesak untuk membuat standar gaji Buruh Migran Indonesia serentak dengan itu menghapuskan standar gaji yang dibuat oleh PPTKI atau agen.
7.Membuat sikap yang jelas dan tegas pada negara-negara yang selama ini membiarkan terjadinya pelanggaran hak-hak Buruh Migran Indonesia.
8.Negara harus memperjuangkan MoU dengan negara-negara tujuan Buruh Migran Indonesia yang sekurang-kurangnya mengatur soal hak libur, tempat rekreasi yang bisa diakses Buruh Migran Indonesia, serta perlindungan terhadap hak-hak buruh migran Indonesia.
9.Negara tidak menggunakan istilah TKI atau Pekerja Migran, sebaliknya, untuk mempertegas posisi dan kepentingan para pihak, negara selayaknya memakai untuk seterusnya kata “Buruh Migran Indonesia.”
10.Seluruh kebijakan negara terkait dengan perlindungan buruh migran, harus berperspektif jender.