Aku terbangun ketika serigala mengaum. Perlahan dan samar-samar, aku memperhatikan sekelilingku. Langit gelap, namun bulan bersinar dengan begitu terang. Melalui celah-celah pohon besar, sinarnya merambat masuk menerangi hamparan daun-daun coklat yang berguguran dan menutupi seluruh tanah di tempat itu. Suasana begitu hening. Angin bertiup perlahan, namun cukup untuk memaksa tubuhku menggigil. Tanah basah menempel di sekujur tubuhku. Segera aku berdiri dan berlari ke arah mata air di tengah-tengah tempat itu. Aku melompat ke dalamnya, dan membersihkan diriku. Airnya sangat dingin, tetapi aku tidak peduli. Tanah basah itu lalu perlahan-lahan lepas dari tubuhku, dan terbawa aliran air dari tengah-tengah tempat itu, ke arah pohon-pohon besar yang mengelilinginya dan terus lagi melalui pohon-pohon besar itu. Sebaliknya, mata air itu berasal dari bawah sebuah pohon yang bertumbuh tepat di tengah-tengah tempat itu. Akar-akarnya nampak sangkat kokoh, dan seakan-akan telah melubangi tanah sehingga air itu mengalir keluar. Pohon itu tidak terlalu tinggi. Tetapi karena letaknya tepat di tengah-tengah taman itu tanpa satu pun pohon di sekitarnya, pohon itu nampak megah. Aku tertegun ketika memandang pohon itu. Ada suatu perasaan aneh yang muncul. Pohon itu seakan-akan memanggilku. Sejenak aku terhanyut dalam hipnotis pohon itu, sehingga tak dapat menahan diriku untuk tidak berjalan ke arah pohon itu. Perlahan-lahan aku mendekati pohon itu dan tanganku meraih buah-buahnya yang berwarna hitam. Ketika aku akan memetik buahnya, bunyi guntur yang sangat besar mengagetkanku. Bersamaan dengan itu, seseorang memegang tanganku. "Jangan lakukan itu manusia......engkau akan mati ketika buah itu masuk ke dalam tenggorokanmu". Kata seseorang yang telah memegang tanganku, Seorang Pria tua dengan rambut dan janggut yang sudah memutih. Dia memandangku dengan heran, tetapi kemudian wajahnya menampakkan kegembiraan. "Sempurna.....Sungguh sangat baik......kau telah hidup.....kemarilah". Dia memanggilku. Kami berjalan melewati pohon-pohon besar. Di ujung tempat itu, aku dapat melihat ke bawah, ke arah hutan yang menghampar indah di bawah bukit yang sementara kami pijaki. Sinar bulan menerangi hutan itu, memancarkan suatu pesona yang luar biasa. Mata air dari atas bukit itu, tempat aku membasuh diriku, mengalir ke bawah dan terbagi menjadi empat sungai. Sungai-sungai itu mengelilingi seluruh hutan. Airnya memantulkan kembali cahaya bulan ke atas. Malam itu, untuk pertamakalinya mataku mengenal suatu keindahan. "Seluruh tempat ini aku berikan kepadamu.......Karena itu, engkau berkuasa atas segala sesuatu yang ada di hutan ini.......semua hewan dan tumbuhan......Hiduplah bersama mereka, dan jagalah mereka......Engkau juga dapat memakan semuanya, kecuali........buah dari pohon di tengah-tengah taman ini.........pohon yang dari bawahnya mengalir keluar air sungai yang membasahi seluruh hutan ini.......seperti yang sudah aku katakan tadi......engkau akan mati ketika buah dari pohon itu melewati tenggorokanmu". "Mengapa?". Aku bertanya. "Tidak perlu engkau bertanya mengapa......mulai sekarang, janganlah lakukan hal yang tadi engkau lakukan. Bahkan jangan pernah sekali-kali menyentuh buah itu lagi". Aku semakin heran "Tetapi, siapakah engkau". Dia berdiri, dan sambil berjalan kembali ke dalam melalui pohon-pohon besar, dia menjawab, "Tiap 7 kali engkau melihat bulan ini di langit malam, aku akan kembali". "Tetapi, siapakah engkau". Tanyaku sedikit berteriak. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik kepadaku. Di antara bayangan pohon-pohon besar itu, matanya bersinar. "Aku adalah Aku".
KEMBALI KE ARTIKEL