Kontes Miss World yang sedang berlangsung di Bali saat ini, memiliki warna lain. Malam Opening Ceremony yang digelar di Hotel Westin Nusa Du sungguh membuat saya sebagai orang Indonesia bangga. 130 kontestan tampil memukau dibalut kostum khas masyarakat adat dari di 33 Provinsi di Indonesia.
Tak ketinggalan, tenun ikat dari daerah saya di Nusa Tenggara Timur ikut ditampilkan di panggung internasional itu. Ada sekitar 4 kontestan yang mengenakan baju adat dari NTT.
Dengar-dengar pada sesi evening gown nanti, gaun para kontestan akan didominasi hasil rancangan Malik Moestaram yang menggunakan material tenun ikat NTT.
Jujur, baru kali ini saya melihat hal positif dari sebuah ajang Miss World. Jika dikelola dengan arif, ia ternyata bisa mengangkat keunikan negara tuan rumah. Bisa menjual keindahan obyek wisata, memperkenalkan tarian adat, mempromosikan hasil tenun ikat yang barangkali di mata orang Indonesia sendiri masing asing.
Lebih dari itu, ia bisa mengangkat nilai-nilai luhur sebuah bangsa yang nyaris tergilas modernisasi. Nilai-nilai luhur itu setidaknya teraplikasi dalam motif dan detail hasil tenun ikat dan tarian-tarian adat bangsa kita. Kita seakan “dipaksa” untuk mengenal lebih banyak dan lebih dalam tentang kekayaan dan keunikan kebudayaan kita. Jangan sampai dunia luar lebih dulu tahu tentang tari Kecak atau Ulos daripada sang empunya.
Rasa hormat tak terhingga kepada pihak-pihak yang menggagas konsep ke-Indonesia-an dalam ajang Miss World kali ini. Saya percaya, dengan itu suara-suara miring dan nyinyir tentang Miss World 2013 di Bali akan segera pudar.
Penfui, Kupang, 13 September 2013.