Hadir juga para juragan batik, tokoh masyarakat, dan sejumlah tokoh lainnya yang sama-sama mengenakan baju batik. Selain itu, masyarakat pun turut meramaikan acara itu. Mereka menyaksikan upacara penutupan yang digelar dengan cukup mewah itu.
Saya menyebutnya demikian karena tata panggungnya. Ornamen bambu dan anyaman berbahan dasar bambu ditata sedemikian rupa, menjadi latar panggung yang eksotis. Memberi kesan yang benar-benar jauh dari apa yang biasanya disajikan kota pembuat batik ini. Maklum, untuk menemukan pemandangan kebun bambu di kota ini agak susah. Lahan-lahan kebun bambu telah banyak yang hilang. Digantikan dengan rumah-rumah warga.
Kesan mewah lainnya, pada tata lampu panggung. Lampu-lampu yang terpasang di panggung memainkan warna-warni yang cukup menghidupkan suasana. Ditambah dengan celorot lampu-lampu sorot yang bergerak ke sana-kemari. Membuat panggung upacara penutupan terkesan sebagai panggung konser.
Di atas panggung, tak sekadar sambutan para pejabat. Ada pula sajian musik dan tari-tarian. Selain itu, juga dipadati dengan penyerahan hadiah pemenang lomba-lomba. Bisa dibayangkan, betapa padatnya rangkaian acara pada upacara penutupan PBN itu.
Sambutan pertama, disampaikan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kota Pekalongan, Drs. Supriyono, M.M. sekaligus sebagai Ketua penyelenggara PBN. Selama lebih kurang 12 menit beliau menyampaikan beberapa catatan penting dalam penyelenggaraan PBN selama 5 hari itu.
Pertama, menyoal makna batik bagi kehidupan manusia. Menurut beliau, batik bukan sekadar kain bermotif indah. Akan tetapi, di dalam selembar kain batik itu tersimpan makna filosofis kehidupan. Termuat pula kearifan lokal dan pewarisan budaya.
Kedua, tentang ajaran-ajaran yang dapat diungkap melalui batik. Kata beliau, melalui selembar kain batik, bangsa ini dapat mengambil pelajaran penting tentang harmoni kehidupan. Batik juga memberi pengajaran tentang perilaku hidup yang ditanamkan sebagai karakter bangsa. Di antaranya, kesabaran dan kebersamaan.
Ketiga, batik sebagai kekuatan yang memersatukan bangsa. Seperti diungkapkan dalam pidato beliau, batik memiliki beraneka ragam motif. Akan tetapi, keragaman motif itu bukan menjadi penghalang bagi bangsa ini untuk melangsungkan kehidupan bersama. Sebaliknya, keragaman motif menjadi kekuatan yang justru dapat mempersatukan bangsa. Dengan kata lain, batik dapat menjadi sarana untuk bertukar informasi mengenai ajaran-ajaran atau tata laku kehidupan tiap-tiap kelompok masyarakat.
Keempat, fungsi batik di dalam ruang ekspresi. Batik, sebagaimana dikatakan beliau, menjadi cerminan jiwa pembuatnya. Menjadi sarana mengekspresikan dan mengaktualisasikan gagasan, imajinasi, maupun ungkapan perasaan mendalam. Untuk itulah, batik kemudian memiliki peran penting bagi pembentukan jiwa dan kelembutan batin pembuatnya. Batik, dengan demikian, menjadi semacam tuangan rasa cinta pembuatnya.
Kelima, mengenai pentingnya menjaga warisan budaya. Terangnya, upaya menjaga pewarisan budaya mesti dimulai dari kesadaran yang mendalam serta penghayatan tentang proses kreatif batik. Jika batik dibuat dengan segenap perasaan cinta, maka demikian pula mestinya dalam upaya pelestarian dan pengembangan batik sebagai warisan budaya dunia.
Perihal-perihal tersebut menjadi catatan penting yang patut digarisbawahi. Kelima hal tersebut dapat dipandang sebagai pernyataan sikap yang menjadi dasar bagi upaya-upaya ke depan. Pemaknaan batik bagi Kota Pekalongan yang disampaikan beliau semestinya menjadi pijakan di dalam menentukan langkah-langkah untuk membangun strategi kebudayaan di kemudian hari. Terlebih-lebih, bagi upaya membangun kesadaran berkebudayaan masyarakat Kota Pekalongan.
Dalam hal ini, kedudukan batik menjadi pertaruhan bagi kemajuan pembangunan Kota Pekalongan. Apakah batik hanya akan didudukkan sebagai benda mati ataukah sebagai landasan di dalam membangun jiwa masyarakat Kota Pekalongan? Pertanyaan itu, akan terjawab bersama waktu. Apakah pernyataan-pernyataan itu akan menemukan cara pengejawantahannya ataukah hanya akan menjadi angin lalu dan kata-kata yang tertulis pada lembaran sambutan itu meluntur bersama deras hujan malam itu?