Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Miris, Kemiskinan Rakyat jadi bahan <i>"Kampanye"</i>

23 Maret 2013   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:20 143 0
(Riautimes), Miris memang. Kemiskinan rakyat yang seharusnya menjadi bahan evaluasi kinerja pemerintah justru dimanfaatkan bakal calon (Balon) kepala daerah, Balon legislatif, sampai presiden sebagai bahan "Kampanye" menyesatkan.

"Iming-iming" peningkatan dasar kebutuhan masyarakat seperti di bidang kesehatan, pendidikan, perekomian, infrastruktur jalan dan jembatan, menjadi senjata ampuh para Balon dalam kampanyenya.

Sayangnya, janji tinggal janji tanpa realisasi di belakang hari. Masyarakat seperti di di-nina bobokkan para mulut besar, tanpa sadar masyarakat terlena padahal telah
Seperti Balon legislatif atau dewan di musim Pemilu Legislatif adalah paling banyak manfaatkan faktor kemiskinan sebagai ajang kampanye dengan janji pembangunan rumah layak huni, padahal setelah duduk, belum tentu ia duduk di komisi yang menangani khusus bidang pemukiman.

Balon kepala daerah atau biasa disebut bupati/walikota juga sama dalam kampanyenya, begitu pun Balon Presiden kerap gunakan faktor kemiskinan ekonomi dan daerah sebagai bahan kampanye "hitam" nya kepada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang masih rendah.

Setelah mereka duduk, lihat lah. Kualitas jalan nasional, provinsi, kabupaten, jalan desa bahkan sampai jalan produksi pertanian semakin buruk, terutama pada musim penghujan.

Jembatan ambruk juga dibiarkan sehingga masyarakat terpaksa membangun jembatan darurat menggunakan batang pohon kelapa atau batang pohon lain yang mudah ditemui.

Kampanye dengan janji-janji busuk juga merusak moral masyarakat. Masyarakat diajari berbohong dan diajari licik dalam memperdaya orang lain. Padahal Indonesia yang memiliki banyak adat, suku, dan budaya, mengajarkan kebaikan sama halnya dengan ajaran Agama.

Menjadi bahan pertanyaan kita. Apakah kita perlu mempercayai mereka dalam setiap musim kampanye? Apakah ada keuntungan bagi masyarakat dalam mendukung seorang Balon yang memiliki visi misi untuk kekayaan pribadi?

Pasca merdeka 17 Agustus 1945 lampau, memang tingkat pendidikan masyarakat lambat laun meningkat, tapi tidak sedikit masyarakat kita yang belum mengenyam pendidikan sekolah.

Memang masyarakat kita semakin cerdas dalam memilih calon seorang pemimpin, sayangnya kadang pilihan meleset jauh dari harapan. Lalu apa yang dapat kita perbuat setelah ini terjadi? Pasti sudah ada dibenak kita. Rasa benci, tudingan munafik, dan pejabat pembohong sering keluar walau dalam hati.

Ada baiknya, dalam memilih kita melihat wajahnya. Jangan karena dia taat pada agama, beliau tidak akan "gerogoti" uang rakyat. Jangan karena ganteng atau cantik, beliau itu jujur pada rakyat.

Jangan karena cerdas, pintar, dan berani, beliau dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat. Jangan karena baik lantas kita mempercayainya, tapi telaah dahulu. Walau di luar dia orang hebat, tapi di kampung sendiri calon itu tidak disukai masyarakat setempat atau tetangganya karena tabiatnya.

Mulai hari ini atau besok, pilih lah pemimpin yang benar-benar mengerti hak masyarakat yang benar-benar menjadi aspirasi dan harus diperjuangkan. (rt)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun