“So where are we going right now?” Linda bertanya pada Park Sang-min, ketika kami meninggalkan Haedong Yonggungsa.
“Haeundae beach, of course… ,” jawab Park Sang-min dengan tersenyum. “You are here in Busan and do not got to Haendae beach? Ooh, it will be such a great loss…”
Seandainya saja aku bisa sebangga itu menyebut pantai Ancol yang sekarang sudah terlalu banyak sampah… Tapi, ehm…sebelum ke pantai apa kita tidak makan dulu nih…? Tanpa terasa aku meraba perutku dan pandanganku bertemu dengan Lee Seong-jin yang melirik kearah tanganku… Aku langsung berpura – pura membetulkan baju lalu melengos ke luar.
Kudengar Lee Song-jin mengatakan sesuatu kepada Lim Young-eun. Yang diajak berbicara menepuk dahinya seolah dia terlupa akan sesuatu. Lalu ia beringsut dari tempat ia duduk dan berusaha mengambil keranjang yang ada di bagian belakang mobil. Huah…! Berantakan sekali… Kami terlalu asyik melihat pemandangan sampai tidak memperhatikan lagi seisi mobil. Melihat sorotan mata kami, dengan tersipu Park Sang-min mengatakan bahwa ia tidak sempat membenahi mobilnya. Jadi barang-barang yang biasa ia letakkan di kursi bagian tengah, dilemparkan begitu saja ke bagian belakang. Oh, ini mobilnya toh? Lalu sambil tertawa-tawa, kami mengatakan bahwa itu tidak masalah.
“She has made Gimbap for all of us,” dengan singkat Lee Song-jin menerangkan apa isi keranjang tersebut. Gimbap itu, nasi yang dibungkus semacam rumput laut kalau tidak salah. Di tengahnya ada ketimun, wortel, telur, pickle, semacam sushi yang super size deh… Sial… Pasti cowok kurang ajar itu tahu kalau aku sudah lapar…