Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Detik-detik Menuju Sumut 1

7 Maret 2013   04:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:12 370 0

Dalam hal ini melihat Sumatera Utara dalam bentuk yang paling luas. Provinsi besar yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama. Memiliki keragaman adat dan budaya tentu menjadi kekuatan dalam bangunan itu sendiri. Sebagai salah satu provinsi terbesar di Indonesia serta menjadi paling besar di pulau Sumatera. Keinginan bangkit itu sebenarnya sudah ‘usang’. Perihal keinginan yang dimiliki untuk menjadi raksasa di pulau Sumatera. Kini provinsi semakin tertinggal, itu sangat jauh berbeda dengan mereka yang lahir dan telah melancong ke berbagai penjuru Indonesia, dunia malah.

Dalam salah satu adat batak, bahwa untuk menjadi seorang yang kuat dan tahan banting maka harus bisa menjadi ‘Banteng di Perantauan meski jadi kambing di kampung sendiri’. Siapa yang tidak kenal pengacara handal, ekonom, guru besar, sastrawan, menteri? Semua dari mereka adalah orang-orang yang besar dan lahir di Sumatera Utara. Hal itulah yang seharusnya jadi cerminan bagi sebagian orang yang kini bercengkerama tentang bagaimana membangun sumut.

Menilik pilkada gubernur yang sedang dilaksanakan. Tepatnya pada hari ini, (7/3) dan tinggal menunggu detik-detik penghitungan suara. Maka jelas sudah kita akan berbicara kekuasaan. Titik bagaimana bisa memenangkan suara rakyta dengan segala kebohongan dan intrik. Politik busuk sudah menjadi hal biasa di sumut, seperti peribahasa “Hepeng do namangatur nagara on”. Tepat sekali, dari golongan kasta terendah hingga atas mampu bermain bola api. Semuanya siap dengan segala risiko untuk memenangkan calonnya masing-masing. Dalam debat di televisi beberapa hari yang lalu jelas sudah siapa yang bisa berucap dan siapa yang tak pernah berbuat atau yang berbuat namun dikorupsi.

Sumut sudah muak dengan segala politik praktis yang malah membuat lubang korupsi berada dimana-mana. Jalan terang masih jauh, saat warga negara kelas dua masih memegang sektor penting, atau di kabupaten masih tersebar perusahaan asing yang mengeksploitasi sumber daya alam sumut. Kita bisa lihat orang miski di sumut semakin lama semakin banyak. penganggguran setiap semester bertambah, seiring wisuda yang berjalan. Begitu juga dengan ‘lapo tuak’ yang diisi oleh orang-orang yang makin sering bermimpi. Sumut perlu perubahan, apa memang calon yang dipajang di jalan raya sampai ke toilet umum itu pun bisa menjadi solusi?

Ada lima calon yang bermain dalam pilkada kali ini. Untuk periode 2013-2018 memimpin sumut. Tentu saja dengan umbaran janji ada masyarakat yang apatis untuk memilih. Pilkada menjadi sebuah dilema bagi mereka, sebab sebuah kaos berisi gambar calon bukan impiannya. Sekitar sepuluh juta suara rakyat akan menjadi sebuah mimpi besar untuk provinsi ini. Kita perlu gubernur yang suka ‘blusukan’, melihat warga di pinggir sungai ataupun orang-orang di pasar, bertani.

Lima calon yang bermain yaitu Gus Irawan Pasaribu (1) Efendi Simbolon (2) Chairuman Harahap (3) Amri Tambunan (4) Gatot Pujo (5) bisa saja menjadi orang yang menjaga amanah atau malah menjadi orang yang mengeluarkan sejarah kelam yang memperparah borok sumatera utara. Menunggu detik-detik yang menjadikan tokoh siap menang siap kalah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun