Keringat bercucur, dari dahi pemilik wajah tirus
Seragam basah oleh keringat
Wajah penuh semangat
Menghiasi pagi di depan sekolah
Keteguhannya, tak lekang oleh derasnya masalah yang menerjang batinnya
Senyumnya yang tulus, selalu berjuang
Demi cita-citanya
Tak peduli jarak tempuh yang jauh
Menggelora ingin dalam batinnya
Anak lelaki dan seragam biru putih, tak kan pernah menyerah
Bukit Nuris, 8 Februari 2020
~ Riami ~
ANAK LELAKI BERSERAGAM BIRU PUTIH DAN SEPEDA KAYUH
Diayunkan semangatnya
Lewat otot kakinya, yang menari di atas pedal sepeda kayuh
Jalan becek dan berliku atau berdebu adalah teman setianya
Dilaluinya seperti kisah hidupnya yang tak semulus jalan metropolitan
Sepeda kayuh yang lusuh, catnya buram, membisikkan gelora
Menjejak waktu agar tak terlambat sampai gerbang sekolah
Sepeda kayuh ini sejarah
Perjuangan ibu, menabung di celengan ayam
Ditahannya keinginan bunda memiliki baju baru atau laparnya
Demi membeli sepeda kayuh yang dipakainya
Air matanya ditelannya di dada
Jika ingan perjuangan ibunya
Untuk memperoleh sepeda buntut ini
Dijadikannya embun sebagai nasihat penyejuk hatinya
Jika hati dan sepedanya terasa sedih
Bukit Nuris, 5 Februari 2020
~ Riami~
ANAK LELAKI DAN MALAM
Tak ada lagi jemari ibu
Malam menjadi kekasih yang ia nantikan
Mendekapnya, menemui ibu di alam mimpinya
Adakah jeruk hangat yang disajikan oleh kasih bunda?
Tidak. Yang ada hanya suara jengkerik yang mengantar tidurnya
Menantikan pagi
Tak ada lagi dongeng pengantar nyenyak, diantara susah memejamkan mata
Yang ada hanya sisa keringat bunda, yang menjadi khas di bekas bajunya
Nyanyian kasih ibu selalu dilagukan, jika ia rindu
Bayangan ibu selalu hadir menani malam-malam sunyinya
Bukit Nuris, 8 Februari 2020
~ Riami ~
Puisi ini di persembahkan untuk universary Widz Stoops