Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Kerjaan, Kerja dan Duit di Jakarta

2 Agustus 2010   17:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:22 272 0
Pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta setelah lulus kuliah dari sebuah PTS di Jogja, saya menerima pernyataan tak terduga dari seorang 'senior'. Begini :

'Mau ngapain ke Jakarta?' tanya sang senior.
'Yah ... mau cari kerjaan, mas.' jawab saya dengan bingung.
'Kalau mau cari kerjaan sih banyak ... tapi yang mau nggaji yang ga ada.'
'Maksudnya?'
'Kerjaan dikantor gue banyak banget, loe bisa bantu-bantu kalau mau. Tapi, boss gue ga mau nggaji loe karena kantor gue ga butuh pegawai baru.'

'Hehehe ...' , saya tersenyum kecut. 'Terus gimana, mas?'
'Mau ngapain ke Jakarta?' tanya sang senior.
'Cari kerja, mas.' jawab saya mantap. Pasti saya tidak salah jawab lagi.
'Loe lulusan apa?'
'Sarjana Teknik, mas.'
'Hmm ... di Jakarta sudah banyak sarjana yang nganggur. Loe nambah-nambahi sesak aja. Emang loe kira, gampang cari kerja di Jakarta?'
'Insya Allah, mas. Saya akan mencoba berusaha dan berdoa.'

'Hahaha ...' Sang senior tertawa keras banget.
'Kenapa, mas? Saya jawabnya salah ya?'
'Enggak salah ... cuma kurang tepat saja. Itu jawaban standar dari pengangguran terdidik. Seorang sarjana yang mencoba mengadu nasib di Jakarta. Jangan kuatir, loe punya banyak teman yang mempunyai pikiran sama.'

'Maksudnya?' tanya saya dengan keras. Jujur, saya tersinggung dengan ucapannya yang terasa menghina banget.
'Hahaha ... Loe marah? Bagus ... Bagus ... hahaha.'

Saya diam, mencoba menenangkan diri dan menahan emosi.
'Loe bawa duit banyak dari kampung?'
'Ada sedikit, dikasih orang tua sebagai bekal hidup di Jakarta.'
'Hmm ... Ok, gue ga bakal nanya berapa jumlah duit yang loe bawa. Kira-kira, loe yakin akan dapat kerja dalam waktu berapa lama? Sebulan? Dua bulan? Tiga bulan? Atau ... satu tahun? Loe yakin bisa dapat kerja sebelum uang loe habis buat makan, transportasi dan ... rokok. Gue lihat loe juga 'ahli hisap' yang parah. Uang loe mesti bakal habis buat beli rokok.'

Saya masih diam.
'Hahaha ... pasti gue yakin, loe ga bakal bisa jawab. Hahaha.'
(Ini mau ngomong apa sih?)

'Hahaha ... Bingung? Gini ... dengar baik-baik ya. Jakarta itu keras buat orang-orang yang lembek dan mudah putus asa. Tapi, Jakarta adalah sahabat dan saudara yang baik banget buat orang-orang yang ulet, gigih dan pantang menyerah. Sekarang, semua terserah loe sendiri. Loe boleh memilih menjadi orang golongan pertama atau kedua.'
'Terus?'
'Cari kerja di Jakarta itu susah-susah gampang. Banyak orang yang berbulan-bulan bahkan sampai tahunan yang setia menjadi pengangguran di Jakarta dan akhirnya menyerah kalah untuk pulang kampung. Tapi, ada juga yang cepat mendapatkan pekerjaan. Itu adalah takdir yang menjadi rahasia Tuhan. Kita wajib berusaha tapi Tuhan yang berhak menentukan hasilnya.'

'Maaf, mas ... ini ngomongin apa?'
'Belum ngerti juga? Loe bilang, loe bawa sedikit duit dari ortu di kampung.'
'Iya.'
'Sekarang, mungkin loe masih bisa nyantai karena masih pegang duit. Terus, gimana kalau duit loe sudah habis? Loe mau minta kiriman dari kampung? Ihhh, loe ga malu? ... Loe mau minta duit ama gue? Ok, kalau gue ada duit ya akan gue bagi. Tapi, gue ga mau terus-terusan jadi badan sosial buat loe yang pengangguran. Loe harus berusaha cari kerja atau cari duit sendiri.'

Saya diam.

'Kalau loe mau hidup di Jakarta ya loe harus bisa melihat peluang. Buka mata dan telinga lebar-lebar. Tapi ingat, loe harus berusaha dengan jujur dan di jalan yang benar. Gue ga mau punya teman atau saudara yang jadi maling di Jakarta.'
Sang senior menatap saya dalam-dalam.

'Cari kerja itu susah ... tapi cari duit itu gampang kalau loe mau berusaha, ulet, gigih dan pantang menyerah. Sekarang gini, loe punya waktu seminggu buat berpikir. Kalu mau, ntar gue anter ke teman yang lagi buka usaha baru. Insya Allah kalau loe jalannya bener, loe bakalan dapat duit juga. Tapi, loe ga usah banyak nanya-nanya soal kerjaan. Gue jamin, Insya Allah ini halal.'

---

Selang satu minggu, saya kembali bertemu sang senior yang langsung mengajak saya ke temannya yang sedang merintis usaha baru. Hari itu juga saya mendapatkan pekerjaan tanpa perlu membuat surat lamaran, test dan wawancara.

Sang senior hanya berpesan, 'Ini pekerjaan sementara daripada loe bengong di rumah. Loe bisa terus mengirimkan lamaran ke perusahaan yang mencari karyawan dan tentunya mau ngasih gaji buat loe. Anggap saja ini sebagai sebuah episode hidup yang harus loe jalani. Gue sebenarnya ga mau kalau loe kerja disini. Tapi, ya inilah yang bisa gue kasih agar loe tetap bisa bertahan dalam gempuran deru Jakarta.'

Tahun 2002, pekerjaan pertama saya di Jakarta adalah ... pedagang keliling bakwan malang. Rute yang biasa saya lewati adalah Kampung Melayu, Jatinegara sampai ke Cempaka Putih. Betul apa kata senior, saya langsung mendapatkan uang yang bisa memperpanjang nafas selama di Jakarta.

Saya masih tetap rajin mengirimkan surat lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan. Hingga akhirnya diterima bekerja di sebuah perusahaan dengan posisi Junior Marketing. Tapi, jujur saja ... saat itu saya merasa kalau posisi saya sebenarnya adalah kurir, tukang mengirimkan dokumen perusahaan ke klien.

Apapun itu semuanya wajib disyukuri hingga saya masih bisa bertahan di Jakarta sampai saat ini.

Alhamdulillah ...

RHRM
si pencari damai

http://duniasithole.wordpress.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun