Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Cegah “Masuk Angin” Angket Century

4 Desember 2009   02:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:05 315 0
[caption id="attachment_33259" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi (source: http://infokorupsi.com)"][/caption] Setelah melalui panjang yang berliku, Rapat Paripurna DPR berhasil mengabulkan penggunaan hak angket untuk mengusut bank century. Jumlah pendukung hak angket tersebut adalah 503 orang---setara dengan 90% total anggota DPR, merupakan dukungan penggunaan hak angket terbesar sepanjang sejarah Parlemen di Indonesia. Dukungan rakyat pun sangat besar terhadap inisatif anggota DPR ini. Ini disebabkan karena peluang lain untuk mengungkap kasus century, seperti inisiatif pemerintah, proses hukum, dan sebagainya, sudah hampir tertutup peluangnya. Meskipun begitu, perjalanan hak angket saat ini sangat mungkin kena “masuk angin” alias penggembosan dari dalam. Saya sangat mengkhawatirkan, bahwa proses hak angket ini hanya menjadi proses politik berjangka panjang, namun tidak menemukan hasil akhir yang memuaskan rakyat banyak. Potensi Masuk Angin Dalam lembaran sejarah, hak angket sudah pernah dipergunakan DPR untuk pertama kali pada tahun 1950, terkait pertanyaan kepada pemerintah soal usaha pemerintah memperoleh dan mempergunakan devisa. Pada masa orde baru, DPR juga pernah menggunakan hak angket menyangkut kasus H. Thahir dan Pertamina, namun diblokir dalam perjalananya oleh fraksi ABRI dan Fraksi Karya Pembangunan (FKP). Paska reformasi, hak angket kembali dipergunakan oleh sejumlah kekutan politik di parlemen untuk menggoyang pemerintahan Gus Dur. Mereka menggunakan isu penyalahgunaan uang Yayasan Dana Kesejahteraan (Yanatera) Bulog dan bantuan dari Sultan Brunei—lebih dikenal dengan istilah Buloggate dan Bruneigate. Ujung dari hak angket ini adalah penjatuhan (impeachment) Presiden. Di periode presiden SBY, hak angket pernah bergulir berkali-kali, diantaranya kenaikan BBM, impor beras (2006), penyelenggaraan haji (2008), dan kisruh daftar pemilih tetap (DPT) pemilu (2009). Namun, semua proses angket tersebut “hilang” di tengah jalan, dan kemudian melahirkan rekomendasi-rekomendasi yang sifatnya normatif. Nah, dalam proses hak angket saat ini, potensi “masuk angin” justru sangat besar. pertama, kekuatan politik di DPR sekarang ini, yang benar-benar berkehendak mengunkap kasus century, masihlah merupakan kekuatan minoritas-kecil. FPD yang sebelumnya menolak hak angket, membanting setir di injury time. Bukan hanya melakukan banting stir, tetapi partai milik pemerintah ini juga mengincar posisi Ketua Pansus. Boleh disimpulkan sekarang, bahwa mayoritas pengusung hak angket saat ini adalah “penumpang gelap”. Kedua, bersatunya kekuatan-kekuatan oportunis di Parlemen—partai-partai yang selalu abu-abu dalam bersikap, namun punya misi politik tersendiri—dalam perjuangan hak angket ini. mereka akan memaksakan transaksi-transaksi politik, mencari peluang kompromi-kompromi politik, hingga memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan politik mereka. Ketiga, persoalan moralitas, kredibilitas, dan kualitas anggota DPR saat ini, yang menurut beberapa pihak, dinilai sangat buruk. Selain rentan terkena suap dan sangat korup, namun juga kurang kemampuan, mudah ditekan, dan minim komitmen terhadap rakyat dan masa depan bangsa. Seperti kita ketahui, pemilu curang dan penuh money politik beberapa saat lalu, turut mempengaruhi terpilihnya sosok-sosok legislator yang sekedar punya duit, populer, tetapi memiliki mental buruk dan minim kualitas. Ada pula potensi penggembosan terhadap gerakan ekstra-parlemen—koalisi-ko alisi sosial yang selama ini berdiri di garis terdepan menuntut pembongkaran kasus century. Seperti dalam kasus kenaikan BBM, ada skenario untuk mendiskreditkan gerakan mahasiswa melalui provokasi pembakaran mobil di depan Kampus Atmajaya, Jakarta. Dan setelah kejadian itu, beberapa aktivis mahasiswa ditangkap dan dikriminalkan, sementara dukungan publik terhadap gerakan juga merosot. Akibatnya, Pansus kenaikan BBM kehilangan pengawal paling konsisten—gerakan mahasiswa. Saat ini, upaya-upaya semacam ini juga sudah mulai nampak. Ada mobilisasi-mobilisasi tandingan untuk memprovokasi benturan antara rakyat versus rakyat lainnya, ada pula lontaran pernyataan provokatif dan kurang ilmiah (objektif), serta seruan-seruan pertempuran frontal di jalanan melawan Polisi. Ini sangat potensial untuk menjadi pintu pemunculan kambing hitam dan kriminalisasi terhadap gerakan. Penangkal DPR sudah membuat penegasan, bahwa Pansus Bank Century akan bekerja maksimal dan akan menjauh dari proses penggembosan. Komitmen yang gembar-gembor dari anggota DPR, belum berhasil menutupi luapan pesimisme rakyat, khususnya kalangan yang menyimpan ingatan soal kegagalan pansus-pansus angket sebelumnya. Salah satu anggota DPR, Maruar Sirait, sekaligus tokoh pengusung hak angket century ini mengungkapkan empat kriteria DPR dalam mengusung hak angket ini yaitu: tidak bisa ditakut-takuti, tidak bisa dibeli, tidak bisa dibodoh-bodohi, dan DPR harus merasa malu jika tidak bisa menyelesai kasus Bank Century. Kali lain, Maruar Sirait juga meminta agar setiap anggota Pansus disadap hubungan telekomunikasinya. Sementara pimpinan DPR lain, ada yang meminta agar sidang dan rapat-rapat Pansus disiarkan atau dipublikasikan, agar rakyat bisa mengontrol secara langsung. Menurut saya, tawaran-tawaran di atas belum bisa menjawab kekhawatiran, sesuatu yang muncul dari krisis legitimasi terhadap parlemen itu sendiri. Ada dua hal penting yang perlu dijawab oleh anggota parlemen pengusung hak angket: (a) Bagaimana menyakinkan rakyat bahwa mereka benar-benar serius, konsisten, dan teruji. (b) Bagaimana membangun perimbangan kekuatan dalam pansus angket itu sendiri. Mengingat, kekutan pengusung hak angket ini masih minoritas-kecil. pertama, kekuatan politik pengusung hak angket harus segera membangun perimbangan kekuatan, supaya kekuatan mereka yang minoritas bisa berkekuatan besar. Ini dapat dilakukan melalui pembangunan koalisi permanen dengan gerakan ekstra-parlemen dan gerakan sosial, sering disebut strategi minoritas-besar. Kedua, partai dan tokoh pengusung hak angket perlu melipatgandakan dukungan politik dari tokoh-tokoh politik nasional, akademisi, tokoh agama, dan pemimpim media massa. Ketiga, partai dan tokoh pengusung hak angket perlu menjadi “pengeras suara” terhadap persoalan-persoalan dalam hak angket; penghianatan, penggembosan, kompromi, dan sejenisnya. Setiap saat, mereka harus bersedia berbagi informasi, menggalang petisi dan dukungan, serta bersedia memimpin perlawanan rakyat. *) Rudi Hartono, Peneliti Lembaga Pembebasan dan Media Ilmu Sosial (LPMIS). Menjadi pemimpin redaksi Berdikari Online dan pengelola Jurnal Arah Kiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun