Jika di telisik ke belakang, apa yang tidak di dapat mahasiswa di bandingkan orang awam dan tidak mengenyam pendidikan..??. Rasanya mahasiswa telah mendapat semua ilmu yang di cari oleh semua orang, dari mulai ilmu agama,pemikiran,kepimpinan,teori-teori dasar membangun sebuah paradigma yang mampu mengarahkan orang lain,ilmu filsafat sampai ilmu menjadi seorang enterpreneurship (kewirausahaan).
Mahasiswa mendapatkan hal ini karena mereka lah orang-orang yang di persiapkan untuk terjun langsung ke masyarakat menerjemahkan Tri dharma perguruan tinggi (pendidikan,pengabdian,penelitian). Inilah uyang membuat mahasiswa disebut "kaum intelektual" (kaum yang memiliki cara pikir dan penerapan implementasi dari sebuah ilmu yang berbeda dan lebih mahir dalam sebuah multy sains dibandingkan orang awam ).
Namun pada kenyataannya, banyak yang mahasiswa menemui jalan buntu ketika lulus dari sebuah perguruan tinggi secara akademik, ada yang berhenti kuliah, memilih menjadi aktivis secara prakmatis, pebisnis dadakan tanpa ilmu yang mumpuni sampai bimbang dengan perasaannya sendiri. Dan pada akhirnya dari itu semua memiliki imbas negatif cukup besar secara psikis bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara individu dan lebih luas lagi dalam perkembangan mobilitas dalam bernegara secara fundamental.
Sebenarnya apa yang membuat keberadaan mahasiswa itu sangat di perhitungkan dan menjadi pusat perhatian dalam menelaah perkembangan dunia ini..??? Jawabannya adalah, sebab mahasiswalah yang mampu mengelola sebuah ilmu yang jauh lebih rumit dan penuh dengan teka-teki kehidupan secara individu dan sosial, mampu merubah maindsheet seseorang untuk dapat dipahami dan di mengerti bahkan di ikuti orang lain, serta menjadi pemicu perubahaan dalam membuat sebuah system dalam berorganisasi (organisasi dalam diri sendiri,keluarga,eksternal dan internal sampai bernegara).
Selain kemampuan secara akademisi, mahasiswa juga telah mampu membuktikan menjadi tauladan secara emosional, dan menjadi perlindungan dalam sisi spiritual. Sedangkan di lain sisi mahasiswa juga menjadi ladang yang sangat potensial untuk di kelola,di bentuk sampai di buahi dalam sisi pembiasan dalam pemikiran dan berkomunikasi.
Lalu apa sebenarnya yang menjadi hal yang paling penting dalam meraih sebuah kesuksesan ketika kita masih menjadi mahasiswa sebelum terjun ke dalam dunia sesungguhnya, yaitu berkecimpung dan terjun langsung ke dalam masyarakat..???
Sebelumnya, kita definisikan dahulu arti "KESUKSESAN" itu sendiri sebelum kita melangkah jauh meraihnya dengan segala kekuatan dan kemampuan yang kita miliki. Apakah arti sukses itu berarti telah meraih jenjang tertinggi di dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan meraih gelar Doktor,Profesor atau Guru besar..??? atau meraih penghasilan Rp. 25-100 juta/bulan, memiliki rumah dan jabatan yang mumpuni serta memiliki berbagai gelar dan penghargaan di segala bidang..???
Definisi ini tidak salah dan dapat di benarkan sesuai paradigma kita masing-masing jika kita ingin mempercayai keabsahannya. Tapi ada definisi yang lebih bijak dari sisi spiritual, ayo kita simak definisi sukses menurut Rasulullah SAW:
“Yang pertama dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat.
Dan jika shalatnya baik, maka baiklah segala amalan yang lain. Jika shalatnya rusak, maka binasalah segala amalan lainnya.” (HR Thabrani).
Dari sisi spiritual pun sebenarnya secara sederhana kita dapat mendefinisikan arti kesuksesan yang dapat kita jadikan sebuah pijakan dalam meraih kesuksesan yang sebenarnya. Namun lagi-lagi kembali dalam pengembangannya dari sebuah arti kesuksesan yang nantinya kita yakini sesuai dengan keadaan kita sendiri dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pengalaman,penglihatan sampai informasi yang berkembang melalui kehebatan tekhnologi.
Kemudian bagaimana landasan yang sesungguhnya agar kita mengenal lebih jauh "Trilogi kesuksesan" yang dimaksud tersebut agar kita bisa menerapkannya, dan pada akhirnya berhasil menemukan sebuah jawaban yang obyektif dari sebuah pertanyaan yang beranak-pinak dalam benak kita selama ini.
Ada 4 ciri kecerdasan secara umum yang dimiliki manusia dapat kita lakukan pengklasifikasian dalam pembahasan kali ini :
1. Kecerdasan Fisik (Physical Quotient – PQ)
Kecerdasan Fisik (PQ) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tubuh kita. Kita sering tidak memperhitungkannya. Coba renungkan : Tanpa adanya perintah dari kita tubuh kita menjalankan sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem syaraf dan sistem-sistem vital lainnya.
Tubuh kita terus menerus memantau lingkungannya, menghancurkan sel pembawa penyakit, mengganti sel yang rusak dan melawan unsur-unsur yang mengganggu kelangsungan hidup. Seluruh proses itu berjalan di luar kesadaran kita dan berlangsung setiap saat dalam hidup kita. Ada kecerdasan yang menjalankan semuanya itu dan sebagian besar berlangsung di luar kesadaran kita.
2. Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient – IQ)
IQ adalah kemampuan nalar, atau pikiran orang sering menyebutnya dengan kemampuan Otak Kiri. Yaitu kemampuan kita untuk mengetahui, memahami, menganalisis, menentukan sebab akibat, berpikir abstrak, berbahasa, memvisualkan sesuatu.
Di zaman dulu IQ dijadikan ukuran utama kecerdasan seseorang. Baru kemudian disadari bahwa konsep dan batasan-batasan di atas seperti itu terlalu mempersempit kecerdasan tersebut.
Otak kiri bertanggung jawab untuk “”pekerjaan” verbal, kata-kata, bahasa, angka-angka, matematika, urut-urutan, logika, analisa dan penilaian dengan cara berpikir linier. Melatih dan membelajarkan otak kiri akan membangun kecerdasan intelektual (IQ). Otak kanan bertanggungjawab dan berkaitan dengan gambar, warna, musik, emosi, seni/artistik, imajinasi, kreativitas, dan intuitif.
3. Kecerdasan Emosional (Emosional Quotient – EQ)
EQ adalah pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Kecerdasan Emosi adalah kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, dan keberanian untuk mengakui kelemahan, menyatakan dan menghormati perbedaan. EQ digambarkan sebagai kemampuan otak kanan dan dianggap lebih kreatif, tempat intuisi, pengindraan, dan bersifat holistik atau menyeluruh
Penggabungan pemikiran (otak kiri) dan perasaan (otak kanan) akan menciptakan keseimbangan, penilaian dan kebijaksanaan yang lebih baik. Dalam jangka panjang, kecerdasan emosional akan merupakan penentu keberhasilan dalam berkomunkasi, relasi dan dalam kepemimpinan dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (nalar).
Seseorang yang memiliki IQ tinggi tetapi memiliki kecerdasan emosionalnya (EQ) rendah, dia tidak tahu bagaimana membangun hubungan dengan orang lain. Orang itu mungkin akan menutupi kekurangannya itu dengan bersandar pada kemampuan intelektualnya dan akan mengandalkan posisi formalnya.
4. Kecerdasan Spriritual (Spiritual Quotient – SQ)
Sebagaimana EQ, maka SQ juga merupakan arus utama dalam kajian dan diskusi folosofis dan psikologis. Kecerdasan spiritual merupakan pusat dan paling mendasar di antara kecerdasan lainnya, karena dia menjadi sumber bimbingan atau pengarahan bagi tiga kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan kita akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.
Kecerdasan Spiritual juga membantu kita untuk mencerna dan memahami prinsip-prinsip sejati yang merupakan bagian dari nurani kita, yang dapat dilambangkan sebagai kompas. Kompas merupakan gambaran fisik yang bagus sekali bagi prinsip, karena dia selalu menunjuk ke arah utara.
Dari keempat dasar kecerdasaan manusia secara umum inilah kita bisa membuat "Trilogi Kesuksesa" saat menjadi mahasiswa yang sebenarnya amat di butuhkan dalam menjalani rutinitas mencari jati diri dan jalan hidup yang ingin di capai.
- Berhentilah banyak bicara, gantikan dengan perbuatan nyata : dari apa yang telah kita miliki sebagai manusia yang di ciptakan begitu sempurna oleh Tuhan terlebih menyandang status Mahasiswa "TERNYATA" kita di persiapkan untuk melakukan sebuah tindakan yang nyata berdasarkan pemikiran dan di ilhami dari sebuah perasaan yang terdapat dalam proses menjadi manusia dan menyandang status mahasiswa, bukan hanya pintar berbicara dan beretorika saja. Terjunlah langsung kelapangan sebagai bahan uji coba penerapan ilmu yang kita dapatkan dari berbagai sumber ilmu.
- Berhentilah berpikir banyak pilihan, gantikan dengan 2 pilihan yang nyata : kebiasaan mahasiswa yang memiliki pemikiran bahwa pilihan itu banyak, waktu itu masih lama, masih ada kesempatan kedua, dan terbiasa bersantai ria namun semuanya tidak di imbangi dengan kemampuan memanage secara personality dan pengembangan spiritual yang secara konsisten. Pada akhirnya mahasiswa seperti ini terjerat dengan penghimpitan ilmu yang mentah dan mudah terbantahkan oleh orang lain,bahkan bisa jadi oleh orang awam sekalipun. Padahal " TERNYATA" pilihan itu hanya ada 2 yang telah Tuhan ajarkan selama kita dalam proses menjejaki kehidupan, hanya ada kiri atau kanan,depan atau belakang,laki-laki atau perempuan,surga atau neraka,sukses atau gagal,hidup atau mati, dan banyak yang lain lagi.
- Berhentilah merasa puas dan egois, gantikan dengan haus akan ilmu dan berbagilah : banyak mahasiswa yang telah merasa puas dengan gelar yang mereka raih,entah karena sudah penat dengan proses pembelajaran atau karena tidak adanya materi untuk meneruskan ke jenjang yang lebih jauh lagi. pada akhirnya karena gelar itu lah terkadang mahasiswa telah merasa mampu menyerap semua ilmu yang dibutuhkannya atau sekedar percaya diri bisa bersaing dalam kompetensi persaingan pekerjaan. Padahal "TERNYATA" jika kita lebih bisa bersabar dan mau merendahkan hati untuk dapat belajar dari siapa pun bahkan orang awam atau kaum marginal sekali pun kita akan mendapatkan ilmu yang jauh lebih banyak. Kita juga lebih menghargai ilmu itu buat diri kita dan orang lain dengan cara berbagi ilmu itu sendiri dalam penerapannya secara spesifik, sebab "orang-orang yang terbaik adalah orang-orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain".