Di masa pemilu ini, Politikus berlomba-lomba mencari program-program terbaik bagi mereka untuk dijadikan sebagai janji politik kepada masyarakat. Pada umumnya yang menjadi lead program mereka adalah mengentaskan kemiskinan, peningkatan kesehatan, perbaikan sarana umum, pendidikan yang murah dan sebagainya. Tetapi dengan apa?
Jarang sekali Politikus-politikus menjelaskan bagaimana cara membiayai program kegiatannya, sama seperti yang yang saya simpulkan dari tulisan kompasiana ekonom bapak Faisal Basri berjudul “Janji Tanpa Komitmen” bahwa belum ada perhatian atau fokus program yang jelas dari para politikus , Capres dan Cawapres. Faisal basri menulis “tidak ada pilihan lain untuk memperkokoh kemandirian pembangunan kecuali dengan meningkatkan penerimaan pajak” but how to do it?? Faisal Basri tidak menyebutkan secara jelas namun intinya beliau berpendapat bahwa pajak penghasilan belum mencapai 20% sedangkan riset dan media menyebutkan bahwa muncul banyak orang kaya baru dan meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan menengah dan beliau juga menyebutkan perlunya suri tauladan dari pemimpin negeri ini.
Sedikit penjelasan pembuka dari saya bahwa menurut saya mekanisme pembiayaan negara simple aja, ada 2 opsi yaitu :
1. Melalui Penerimaan Negara
2. Melalui Utang
Sebagai bangsa yang merdeka, saya akan menepikan nomor 2, jadi tidak akan dibahas. kalaupun ingin dibahas, pendapat saya cuma satu yaitu "go to hell with your aid!", negara ini sudah cukup dijajah dengan utang.
Penerimaan negara terbagi atas Penerimaan Pajak yang hampir mencapai 80% total penerimaan dan sisanya adalah penerimaan negara bukan pajak.
Pemimpin yang cerdas tentunya akan dapat membedakan mana yang strategis dan mana pula yang bukan strategis. Effort pimpinan seharusnya difokuskan ke isu yang mempengaruhi penerimaan sebesar 80% dan sisanya baru dari penerimaan lain lain selain pajak seperti migas, iuran bla bla, pungutan, denda, sanksi dan sebagainya.
Selama ini yang menjadi titik fokus perhatian pemerintah selalu dalam jenis belanja baik rutin, belanja modal maupun belanja operasional, namun pemerintah lupa untuk menginvestasikan belanjanya kepada mesin pencari 80% uangnya yaitu Ditjen Pajak.