Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Dari Perjuangan Kartini Menuju Pengarusutamaan Gender

23 April 2024   02:15 Diperbarui: 23 April 2024   11:16 214 9

Sobat Kompasiana, siapa yang tidak kenal Raden Ajeng Kartini, seorang pahlawan nasional wanita pejuang emansipasi dan kesetaraan gender. Tanpa perjuangan beliau, para perempuan Indonesia tentunya tidak akan bisa berkiprah di sektor non domestik seperti sekarang ini. Berperan menjadi wanita karir saat ini sudah menjadi hal yang lazim. Tidak seperti jaman dahulu, perempuan tidak boleh kemana-mana, tetap harus menjalankan dalam peran domestik (kerumahtanggaan). Kalau orang Jawa bilang hanya boleh berperan di "dapur dan kasur". 

Sekarang ini, perempuan boleh bekerja di berbagai sektor sama halnya dengan pria atau dengan kata lain memiliki persamaan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini menunjukkan telah terwujudnya emansipasi perempuan. Data BPS terkait capaian nasional dari IDG (Indeks Pemberdayaan Gender) pada Tahun 2021 pun menunjukkan keterwakilan perempuan di parlemen (29,27%), partisipasi perempuan pengambil keputusan profesional (53,59%) dan sumbangan pendapatan perempuan (32,50%). Dalam dunia politik masih didominasi kaum pria, namun demikian partisipasi perempuan dalam kehidupan politik menunjukkan tren yang semakin meningkat.

Hal tersebut sesuai dengan definisi emansipasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, yaitu memberikan persamaan hak dasar yang sepatutnya bagi perempuan untuk maju dan berkembang dalam segala aspek kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan kemahiran profesional. Hak perempuan dibebaskan yang sebelumnya terampas atau terkekang. Sedangkan KBBI mengartikan emansipasi sebagai pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. 

Namun, apakah saat ini sudah terwujud kesetaraan gender? Jawabannya adalah belum tentu sudah benar-benar terwujud.  Meskipun sudah ada gerakan emansipasi tetapi belum tentu terwujud sepenuhnya kesetaraan gender. 

Pemahaman Gender 

Beberapa waktu yang lalu Ibun Enok berkesempatan mengikuti sosialisasi secara daring tentang Pengarusutamaan Gender dan pelatihan luring terkait PPRG (Perencanaan Penganggaran Responsif Gender) yang diadakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY. 

Di acara sosiaalisasi dan pelatihan tersebut dikenalkan beberapa materi tentang Gender, Kesetaraan Gender, Ketidakadilan Gender, Pengarusutamaan Gender, Analisis Gender sampai dengan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender. 

Menariknya, pada awal pelatihan para peserta oleh salah satu narasumber dosen dari UGM  ditayangkan film animasi pendek untuk memancing diskusi. Film animasi ini menggambarkan bagaimana perempuan dimarjinalisasikan perannya mulai dari peran dalam rumah tangga sehari-hari sampai dengan di lingkungan pekerjaan. Misalnya saja bagaimana perempuan ditempatkan pada stereotipe mengurus rumah tangga, di tempat kerja masih ada yang membedakan upah perempuan, sampai edukasi anak ke tentang peran gender. 

Gender seringkali masih dipermasalahkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak, fungsi dan ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Timbulnya perbedaan tersebut akhirnya menyebabkan masyarakat cenderung bersikap diskriminatif atau pilih-pilih dalam perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun