Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas

Strategi Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Anggaran Dana Desa Di Desa Rancamanggung Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang

28 Agustus 2024   19:52 Diperbarui: 28 Agustus 2024   19:57 70 0
BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
2.1Kajian Pustaka
2.1.1Fraud
2.1.1.1Definisi Fraud
Fraud adalah tindakan kecurangan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau lebih atau organisasi dengan tujuan untuk merugikan salah satu pihak. Istilah fraud dalam Bahasa Indonesia tidak hanya diartikan secara sempit sebagai kecurangan, tetapi juga mencakup pencurian, pemerasan dan pengancaman, penggelapan, perbuatan curang, dan lain sebagainya. Fraud didefinisikan sebagai suatu istilah generik yang mencakup segala cara yang bisa dipikirkan oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan atas orang lain melalui saran palsu atau penekanan kebenaran, dan termasuk segala bentuk kejutan, tipu muslihat, kecerdikan, atau penyamaran, serta segala cara tidak adil yang digunakan untuk menipu orang lain. (Black's Law Dictionary)
Dalam literatur akuntansi, fraud secara umum diartikan sebagai kecurangan yang dilakukan dengan sengaja dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain sambil memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan/atau kelompoknya. Fraud didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam maupun luar organisasi dengan tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan pihak lain. (Association of Certified Fraud Examiners)
Sedangkan menurut Statement of Auditing Standards (SAS) No. 99, fraud didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja yang mengakibatkan kesalahan material dalam laporan keuangan yang menjadi subjek audit. Para ahli juga memberikan definisi-definisi lain tentang fraud, misalnya pengertian fraud menurut Thedorus M. Tuanakotta, yaitu "perbuatan yang disengaja dari satu orang atau lebih yang berhubungan dengan pemerintah, pegawai, atau pihak ketiga, yang memperoleh keuntungan yang tidak dapat dibenarkan atau melanggar hukum melalui penipuan." (Studi fraud Global 2012)
Fraud anggaran dana desa dapat didefinisikan sebagai tindakan penipuan atau manipulasi yang dilakukan pada anggaran keuangan suatu desa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kepentingan kelompok tertentu, seringkali melalui penggelapan dana, pemalsuan dokumen keuangan, atau tindakan lain yang merugikan keuangan dan kesejahteraan masyarakat desa. Fraud anggaran dana desa bisa mencakup berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik, melibatkan pelanggaran etika, integritas, dan tanggung jawab pengelolaan keuangan pemerintahan desa. (Sari, 2023)
2.1.1.2Bentuk-Bentuk Fraud
ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) mengkategorikan fraud ke dalam tiga bentuk utama atau tipologi berdasarkan tindakannya, seperti yang terlihat pada ilustrasi pohon fraud berikut:
1.Korupsi:
Jenis fraud ini lebih sulit untuk dideteksi karena melibatkan kolusi atau kerjasama dengan pihak lain, seperti kasus suap dan korupsi yang melibatkan hubungan simbiosis mutualisme. Korupsi mencakup penyalahgunaan kekuasaan, konflik kepentingan, penyuapan, dan kontribusi ilegal. Contohnya adalah ketika seorang karyawan menyalahgunakan pengaruhnya dalam transaksi bisnis dengan melanggar kewajibannya kepada majikan untuk mendapatkan keuntungan langsung, seperti suap atau konflik kepentingan.
2.Penyalahgunaan Aset:
Penyalahgunaan aset merupakan bentuk fraud yang lebih mudah dideteksi karena melibatkan penggunaan atau pengambilan aset perusahaan yang dapat diukur atau dihitung. Penyalahgunaan aset dapat dibagi menjadi dua area, yaitu penyalahgunaan uang tunai dan penyalahgunaan inventaris.
3.Fraud Laporan Keuangan:
Fraud dalam laporan keuangan terjadi ketika ada kesalahan yang disengaja dalam penerapan prinsip akuntansi terkait jumlah, klasifikasi, penyajian, atau pengungkapan. Perusahaan dengan sengaja dapat memanipulasi laporan keuangan untuk melebih-lebihkan atau meremehkan pendapatan. Praktik ini dikenal sebagai perataan laba dan manajemen laba. (Boynton & Johnson, Modern Auditing 67. 2006)
Fraud dalam laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah Fraud dalam penyusunan laporan non-keuangan, di mana laporan tersebut menipu situasi yang sebenarnya dan seringkali memalsukan atau mendistorsi informasi. Kecurangan ini dapat terjadi dalam dokumen yang digunakan untuk keperluan internal maupun eksternal. Yang kedua adalah Fraud dalam penyusunan laporan keuangan tahunan, di mana terdapat kesalahan dalam laporan keuangan yang disampaikan. Ada dua cabang dalam bentuk Fraud ini, yaitu representasi kelebihan kekayaan atau pendapatan, dan undervaluation aset atau pendapatan. Bentuk kedua ini lebih terkait dengan laporan keuangan yang disampaikan kepada otoritas pajak atau bea dan cukai. (Sari, 2023)
2.1.1.3Jenis-Jenis Fraud
Menurut Albrecth dan Albrecth yang dikutip oleh Nguyen, fraud dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:
1.Fraud Pekerjaan:
Jenis fraud ini terjadi ketika seorang bawahan melakukan kecurangan pada atasan. Fraud ini bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
2.Fraud Manajemen:
Jenis fraud ini melibatkan manajemen puncak yang melakukan fraud pada pemegang saham, kreditor, dan pihak lain yang menggunakan laporan keuangan. Biasanya, fraud ini terjadi dengan cara menyajikan informasi keuangan yang keliru.
3.Fraud Investasi:
Jenis fraud ini terjadi ketika seseorang menipu investor dengan cara mengelabui mereka dan mengarahkan investasi mereka ke tempat yang salah.
4.Fraud Vendor:
Jenis fraud ini melibatkan suatu organisasi atau individu yang menjual barang atau jasa kepada organisasi atau bisnis lain. Dalam fraud ini, penjual menilai barang atau jasa secara berlebihan atau bahkan tidak mengirimkan barang setelah pembayaran dilakukan.
5.Fraud Pelanggan:
Jenis fraud ini terjadi ketika seorang pelanggan melakukan penipuan pada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Pelanggan bisa menuduh penjual bahwa barang yang dikirim tidak sesuai atau bahkan menuduh penjual memberikan barang yang kurang dari yang seharusnya. (Nguyen, A. 2008)
2.1.1.4Faktor Pemicu Fraud
Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu fraud antaranya adalah :
1.Faktor Individu:
a.Moral:
Faktor ini berkaitan dengan keserakahan seseorang. Motivasi untuk melakukan fraud bisa muncul dari kebutuhan individu yang terkait dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi tempat mereka bekerja.
b.Tekanan:
Faktor ini terkait dengan tekanan yang dihadapi dalam pekerjaan yang dapat membuat orang yang sebenarnya jujur memiliki motif untuk melakukan fraud. (Alfian, 2016)
2.Faktor General:
a.Kesempatan:
Kesempatan untuk melakukan fraud tergantung pada posisi pelaku pada objek fraud. Setiap posisi memiliki kesempatan untuk melakukan fraud, namun manajemen suatu organisasi atau perusahaan umumnya memiliki kesempatan yang lebih besar daripada karyawan.
b.Pengungkapan:
Meskipun fraud telah terungkap, hal itu tidak menjamin bahwa fraud tersebut tidak akan terjadi lagi oleh pelaku yang sama atau pelaku lain. Oleh karena itu, setiap pelaku fraud seharusnya dikenakan sanksi jika perbuatannya terungkap. Pencegahan fraud umumnya dilakukan melalui kebijakan, sistem, dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen untuk memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilakukan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel perusahaan guna mencapai tujuan utama seperti keadaan laporan keuangan yang akurat, efektivitas dan efisiensi operasional, serta kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku.
Fraud atau kecurangan adalah tindakan yang disengaja untuk memperoleh keuntungan secara ilegal. Kecurangan meliputi pencurian, penipuan, pemalsuan, dan korupsi. Dalam pengelolaan keuangan desa, ada kemungkinan terjadinya fraud. Fraud dapat berupa penyimpangan administratif, perdata, atau pidana.
Beberapa risiko fraud yang dapat terjadi dalam pengelolaan keuangan desa antara lain:
1.Penggunaan Kas Desa secara tidak sah: Risiko ini terjadi ketika kas desa digunakan secara tidak sah oleh aparat atau pihak lain. Pencurian merupakan bentuk kecurangan yang dapat menyebabkan kerugian keuangan desa dan mengurangi kemampuan pemerintah desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
2.Mark up dan kickback pada Pengadaan Barang/Jasa: Risiko ini terjadi ketika harga beli barang/jasa dinaikkan dari harga yang seharusnya, dan kemudian ada pengembalian sejumlah uang kepada aparat terkait. Hal ini dapat menyebabkan kerugian keuangan desa dan mengurangi kemampuan pemerintah desa dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
3.Penggunaan Aset Desa untuk Kepentingan Pribadi: Risiko ini terjadi ketika aparat desa secara tidak sah menggunakan aset desa, seperti sarana kantor, tanah desa, peralatan kantor, atau kendaraan kantor, untuk kepentingan pribadi. Hal ini dapat mengganggu operasional institusi dan mengurangi efektivitas pemerintahan desa.
4.Pungutan Liar (Illegal Gratuities) pada Layanan Desa: Pungutan liar adalah pungutan tidak sah yang dikenakan kepada masyarakat atas layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Risiko ini sangat tinggi terjadi pada instansi pemerintah yang masih memiliki budaya memberi tip. (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. (2019). Panduan Pengelolaan Keuangan Desa)

2.1.2Audit
2.1.2.1Definisi Audit
Audit adalah suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk melakukan evaluasi pada pengendalian internal dengan tujuan memberikan perlindungan dan keamanan agar dapat mendeteksi adanya penyelewengan dan ketidakwajaran yang dilakukan oleh perusahaan. Proses audit sangat penting dalam perusahaan karena melalui proses ini, seorang akuntan publik dapat memberikan pendapat mengenai kepatutan atau kelayakan laporan keuangan berdasarkan standar audit internasional yang berlaku umum. Mulyadi menjelaskan bahwa audit adalah proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti objektif yang terkait dengan pernyataan mengenai kegiatan dan peristiwa ekonomi. Audit adalah pengumpulan dan evaluasi informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa audit undang-undang adalah proses audit yang sistematis pada laporan keuangan tahunan, pengendalian internal, dan catatan akuntansi suatu perusahaan. Tujuan dari audit adalah untuk mengevaluasi kecukupan laporan keuangan tahunan dan memberikan opini audit berdasarkan temuan yang ditemukan. (Arens, dkk 2021)

2.1.2.2Jenis-Jenis Audit
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, terdapat beberapa jenis audit yang dilakukan oleh para auditor sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang dilakukan. Menurut Mulyadi, ada tiga golongan jenis audit, yaitu:
1.Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen pada laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk memberikan pendapat mengenai kepatutan laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kepatutan laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan adalah audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang untuk membuat kriteria. Audit kepatuhan sering dilakukan dalam lingkup pemerintahan.
3.Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional adalah tinjauan sistematis pada aktivitas suatu organisasi atau bagian-bagiannya dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Pihak yang memerlukan audit operasional dapat berupa manajemen atau pihak ketiga. Hasil pemeriksaan pajak disajikan kepada pemohon pemeriksaan. (Mulyadi, 2020)

2.1.2.3Tujuan Audit
Tujuan dari audit adalah memastikan bahwa perusahaan memiliki pengendalian internal yang memadai untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan kegiatan harus dipantau dan sumber daya ekonomi yang ada harus dimobilisasi dan digunakan dengan cara yang terbaik. Berdasarkan definisi-definisi audit sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tujuan audit secara keseluruhan adalah untuk menjamin keandalan dan integritas informasi keuangan, memastikan kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, hukum, dan peraturan yang berlaku, serta melindungi aset perusahaan. Oleh karena itu, auditor harus memberikan pendapat mengenai kecukupan informasi keuangan sesuai dengan Standar Audi yang berlaku. (Cici, 2024)
Menurut Institusi Akuntan Publik Indonesia, tujuan dari audit adalah "untuk memberikan pendapat mengenai kepatutan dalam hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika situasinya tidak memungkinkan sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia, maka auditor berhak memberikan pendapat bersyarat atau menolak memberikan pendapat." (IAI-KAP, Jakarta, salemba empat 2021)
Tuanakotta menjelaskan bahwa tujuan audit adalah untuk meningkatkan tingkat kepercayaan pemakai laporan keuangan pada laporan keuangan tersebut. Hal ini dicapai melalui pemberian opini oleh auditor mengenai apakah laporan keuangan disusun dengan memperhatikan segala hal yang material sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Menurut Arens, tujuan audit adalah untuk memberikan pendapat kepada pemakai laporan keuangan mengenai apakah laporan keuangan disajikan secara wajar dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Pendapat auditor ini akan meningkatkan tingkat keyakinan pemakai laporan keuangan pada informasi yang disajikan. (Tuanakotta 2018)

2.1.2.4Unsur-Unsur Audit
Audit adalah suatu proses yang terstruktur, logis, dan terorganisir. Ini melibatkan serangkaian langkah yang telah direncanakan dan terorganisir dengan tujuan tertentu, yang merupakan bagian dari proses audit. (Cici, 2024)
Tujuan dari proses sistematis ini adalah untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif. Ini berarti bahwa bukti yang diperoleh dan dianalisis adalah dasar dari pernyataan yang dibuat oleh individu atau entitas bisnis, dan evaluasi ini dilakukan tanpa bias atau prasangka. (Cici, 2024)
Pernyataan tentang aktivitas dan peristiwa ekonomi adalah hasil dari proses akuntansi. Ini berarti bahwa pernyataan tersebut menggambarkan hasil dari aktivitas dan peristiwa ekonomi yang telah diproses melalui sistem akuntansi. Selanjutnya menentukan sejauh mana suatu pernyataan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan adalah tujuan dari pengumpulan dan evaluasi bukti. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dan kriteria dapat diukur atau mungkin bersifat kualitatif. (Arens, dkk 2021)
Kemudian kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai pernyataan dapat berupa:
1.Regulasi yang ditetapkan oleh badan legislatif;
2.Anggaran atau standar kinerja yang ditetapkan oleh manajemen;
3.Prinsip akuntansi yang diterima secara umum (PABU) di Indonesia;
4.Penyampaian hasil (atestasi), yang merupakan penyampaian hasil dalam bentuk laporan audit yang tertulis;
Pengguna yang memiliki kepentingan dalam laporan audit, yaitu pengguna informasi keuangan. (Arens, dkk 2021)

2.1.2.5Proses Audit
Ada beberapa tahap dalam proses audit sistem informasi, dan banyak ahli telah memberikan pendapat mereka tentang tahap-tahap ini. Salah satu pendapat berasal dari Galegos Cs. Audit and Control of Information Systems.
1.Tahap Perencanaan
Tahap ini sangat penting untuk memastikan bahwa auditor memiliki pemahaman yang baik tentang objek yang akan diperiksa. Dalam tahap ini, auditor memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya yang memadai, termasuk tenaga kerja yang berpengalaman dan referensi terbaik. Hasil dari tahap perencanaan ini adalah program audit yang dirancang dengan hati-hati.
2.Tahap Pemeriksaan Lapangan
Selama tahap ini, auditor IT mengumpulkan bukti yang cukup melalui berbagai teknik, termasuk survei, wawancara, observasi, dan tinjauan dokumentasi (termasuk tinjauan kode sumber jika diperlukan).
3.Tahap Pelaporan
Dalam tahap persiapan ini, auditor mulai mengembangkan temuan audit, menggabungkan temuan-temuan tersebut menjadi laporan yang logis, dan menyiapkan bukti pendukung dan dokumentasi yang diperlukan.
4.Tahap Tindak Lanjut
Setelah melaporkan temuan dan memberikan rekomendasi audit, Auditor IT mengevaluasi informasi yang relevan dan memastikan bahwa tindak lanjut temuan telah dilakukan oleh manajemen tepat waktu. (Amnah 2019)

2.1.3Keuangan Desa
2.1.3.1Definisi Dana Desa
Dana desa merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan ke desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Dana ini digunakan untuk mendanai kegiatan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, serta pemberdayaan masyarakat desa. (Cici, 2024)
Dana Desa dikelola dengan tata kelola yang baik dan patuh terhadap regulasi perundang-undangan yang berlaku, menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014. Pengelolaan ini harus efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan masyarakat lokal. Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan Dana Desa dalam APBN secara nasional. (Pasal 2 No.43 Tahun 2014)
2.1.3.2Pengalokasian Dana Desa
Pengalokasian Dana Desa ditentukan berdasarkan beberapa kriteria sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2014, meliputi jumlah desa serta beberapa faktor spesifik desa dengan pemberian bobot sebagai berikut:
1.Jumlah penduduk desa diberikan bobot sebesar 30%.
2.Luas wilayah desa diberikan bobot sebesar 20%.
3.Tingkat kemiskinan desa diberikan bobot sebesar 50%.
Berikutnya pada tingkat kesulitan geografis pada sebuah desa. Tingkat kesulitan geografis yang dijelaskan dalam ayat (4) mencakup beberapa faktor penentu, yang meliputi:
1.Ketersediaan Pelayanan Dasar;
2.Kondisi Infrastruktur;
3.Transportasi; dan
4.Komunikasi dari Desa ke Kabupaten/Kota.
Tingkat kesulitan geografis, sebagaimana disebutkan dalam pasal (2), diaplikasikan sebagai faktor penyesuaian dalam penghitungan alokasi Dana Desa, seperti yang didefinisikan dalam ayat (3). Berikut adalah cara menghitung besaran Dana Desa untuk setiap desa, berdasarkan ayat (1):
1.Perhitungan Dana Desa:
Dana desa untuk suatu desa dihitung dengan mengalikan Pagu Dana Desa Kabupaten/Kota dengan jumlah yang dihasilkan dari:
a.30% dari persentase jumlah penduduk desa yang bersangkutan terhadap total penduduk desa di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
b.20% dari persentase luas wilayah desa yang bersangkutan terhadap total luas wilayah desa di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
c.50% dari persentase rumah tangga pemegang kartu Perlindungan Sosial terhadap total jumlah rumah tangga di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
2.Penyesuaian Berdasarkan Tingkat Kesulitan Geografis:
Hasil perhitungan yang diperoleh kemudian disesuaikan berdasarkan tingkat kesulitan geografis setiap desa untuk memastikan alokasi yang adil dan memadai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan khusus desa tersebut.
2.1.3.3Definisi Keuangan Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 mendefinisikan keuangan desa sebagai kumpulan hak dan kewajiban desa yang dapat diukur secara finansial, termasuk segala uang dan barang yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, yang mempengaruhi pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaannya. Adapun prinsip pengelolaan keuangan desa, berdasarkan pasal kedua, adalah sebagai berikut:
1.Prinsip Pengelolaan
Keuangan desa harus dikelola dengan transparan dan akuntabel, melibatkan partisipasi masyarakat, serta dilakukan secara tertib dan disiplin untuk memastikan penggunaan dana yang efisien dan bertanggung jawab.
2.Siklus Anggaran
Pengelolaan keuangan desa diatur dalam siklus anggaran tahunan yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember, memfasilitasi perencanaan dan pelaksanaan keuangan yang terstruktur dan terjadwal setiap tahunnya.
2.1.3.4Sumber Keuangan Desa
Menurut Undang-undang No 6 Tahun 2014 Pasal 71, pendapatan desa berasal dari beberapa sumber sebagai berikut:
1.Pendapatan Asli Desa
Ini termasuk hasil usaha desa, hasil pengelolaan aset desa, kontribusi dan partisipasi dari masyarakat dalam bentuk swadaya, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli yang dimiliki desa.
2.Alokasi dari Pemerintah Pusat dan Daerah:
a.Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN): Pendapatan desa yang dialokasikan langsung dari APBN.
b.Bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota: Ini mencakup sebagian dari pendapatan yang dihasilkan oleh pajak lokal dan retribusi yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten/Kota.
c.Alokasi Dana Desa: Bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh Kabupaten/Kota dari pemerintah pusat.
d.Bantuan Keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota: Ini meliputi dana yang diberikan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota untuk mendukung keuangan desa.
3.Sumber Lain:
a.Hibah dan Sumbangan dari Pihak Ketiga: Ini termasuk sumbangan dan hibah yang diterima dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
b.Lain-lain Pendapatan Desa yang Sah: Pendapatan lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.1.3.5Alokasi Keuangan Desa
lokasi anggaran yang bersumber dari belanja pusat dirancang untuk meratakan dan meningkatkan efektivitas program-program yang berbasis desa dengan prinsip keadilan. Alokasi ini termasuk dalam kerangka mendukung kemandirian desa melalui pemberian kewenangan kepada desa untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri.
Dalam konteks ini, minimal 10% dari hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota dialokasikan kepada desa melalui beberapa cara:
1.Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah: Ini menjamin bahwa desa menerima sebagian pendapatan dari pajak lokal dan retribusi yang dikumpulkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota.
2.Alokasi Dana Desa (ADD): Juga paling sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah, ADD diberikan untuk memperkuat kapasitas desa dalam pengelolaan pemerintahannya sendiri.
ADD memberi desa kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya, termasuk kewenangan asli maupun yang diberikan. Ini mencakup peran pemerintah desa sebagai penyelenggara layanan publik dan sebagai pendamping dalam proses perencanaan serta pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan masyarakat di tingkat desa. Hal ini menekankan pada pentingnya desa sebagai unit pemerintahan yang memiliki kapasitas untuk tidak hanya menjalankan, tapi juga untuk berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan dan implementasi pembangunan lokal. (Cici, 2024)
2.1.3.6Pengelolaan Keuangan Desa
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Keuangan Desa didefinisikan sebagai semua aspek dan tanggung jawab desa yang dapat diukur dalam bentuk uang, termasuk semua hal yang berbentuk uang dan barang yang terkait dengan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban ini menghasilkan pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan desa yang baik. Pengelolaan keuangan desa ini merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai pelaksanaan dan pemberdayaan masyarakat desa. (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014, keuangan desa melibatkan semua hak dan kewajiban desa yang dapat diukur dengan uang serta semua hal yang berbentuk uang dan barang yang terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Pengelolaan Keuangan Desa mencakup keseluruhan aktivitas, termasuk perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa ini berlangsung dalam satu tahun anggaran, dimulai dari tanggal 1 Januari hingga 31 Desember. Kepala Desa dan perangkat Desa lainnya memiliki peran penting dalam pengelolaan keuangan desa. (Pemendagri No 113. Jakarta 2014)
Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa, yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, adalah transparansi, akuntabilitas, partisipasi, serta tertib dan disiplin anggaran. Asas-asas ini melibatkan:
a.Transparansi, yang memungkinkan masyarakat untuk memiliki akses penuh ke informasi tentang keuangan desa.
b.Akuntabilitas, yang mencakup pertanggungjawaban atas pengelolaan dan kontrol sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang diberikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c.Partisipasi, yang melibatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang melibatkan lembaga desa dan masyarakat desa.
d.Tertib dan disiplin anggaran, yang mengharuskan pengelolaan keuangan desa mengacu pada aturan atau pedoman yang ada.
Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan keuangan desa meliputi:
a.Pendapatan yang direncanakan harus merupakan perkiraan perencanaan yang rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan harus merupakan batas maksimum pengeluaran belanja.
b.Pengeluaran harus didukung oleh kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBDesa atau Perubahan APBDesa.
c.Semua pengeluaran dan penerimaan daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa. (Pemendagri No 113. Jakarta 2014)

2.2Penelitian Terdahulu
Tabel 2 1 Penelitian Terdahulu
NamaJudulHasil Penelitian
Kadek Widiyarta, dkk. (2017)Pengaruh Kompetensi Aparatur, Budaya Organisasi, Whistleblowing Dan Sistem Pengendalian Internal Pada Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana DesaHasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi aparatur, budaya organisasi, whistleblowing, dan sistem pengendalian internal memiliki pengaruh positif dan signifikan pada pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa.

Anantawikrama Tungga Atmadja dan Komang Adi Kurniawan Saputra (2019)pengaruh kompetensi aparatur dan sistem pengendalian internal pada pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desaHasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi aparatur dan sistem pengendalian internal memiliki pengaruh pada pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa. Moralitas juga memoderasi pengaruh tersebut.

Dwi Rahayu, Anim Rahmayati, dan Devi Narulitasari (2020)pengaruh kompetensi aparatur pemerintah desa dan sistem pengendalian internal pada pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa di Pemerintahan Desa Polanharjo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi aparatur pemerintah desa memiliki pengaruh pada pencegahan fraud, sedangkan sistem pengendalian internal tidak memiliki pengaruh pada pencegahan fraud.

Laila Nur Rahimah, Yetty Murni, dan Shanti Lysandra (2019)pengaruh penyajian laporan keuangan desa, lingkungan pengendalian, dan moralitas individu pada pencegahan fraud dalam pengelolaan alokasi dana desaHasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan desa tidak memiliki pengaruh pada pencegahan fraud, sedangkan lingkungan pengendalian dan moralitas individu memiliki pengaruh pada pencegahan fraud. Semakin tinggi tingkat penalaran moral seseorang, semakin tinggi tingkat kebenaran yang dilakukan.
Anak Agung Gde Satia Utama dan Afika Rana Zahari (2018)E-Village Budgeting: Efektivitas Pencegahan Fraud pada Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Banyuwangimembahas tentang Electronic Village Budgeting sebagai upaya untuk efektifitas pencegahan fraud. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Electronic Village Budgeting adalah sebuah sistem aplikasi pengelolaan keuangan yang efektif dalam membantu desa mengelola aspek keuangan dengan baik. Sistem ini memiliki prosedur yang mudah digunakan oleh pemerintah desa dan memudahkan pengawasan oleh Inspektorat karena sistemnya yang online dan terintegrasi. Dengan bantuan Electronic Village Budgeting, desa dapat mengelola keuangan dengan efektif dan efisien serta melaksanakan fungsi transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan.

Klara Wonar, Syaikhul Falah, dan Bill J.C Pangayow (2018)Pengaruh Kompetensi Aparatur Desa, Ketaatan Pelaporan Keuangan, dan Sistem Pengendalian Intern pada Pencegahan Fraud dengan Moral Sensitivity sebagai Variabel ModerasiPenelitian ini mengkaji pengaruh beberapa kompetensi pada pencegahan fraud dengan moral sensitivity sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan aparatur desa memiliki peran penting dalam pengelolaan keuangan desa untuk mencapai tujuan bersama, seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan ekonomi, sosial, budaya, dan bidang lainnya. Ketaatan pelaporan keuangan juga berpengaruh pada pencegahan fraud. Namun, sistem pengendalian intern tidak memiliki pengaruh pada pencegahan fraud. Selain itu, moral sensitivity tidak memoderasi pengaruh kompetensi aparatur desa maupun ketaatan pelaporan keuangan pada pencegahan fraud. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas moral tidak memperkuat hubungan antara sistem pengendalian intern dengan pencegahan fraud.

Provita Wijayanti dan Rustam Hanafi (2018)Pencegahan Fraud Pemerintahan DesaPenelitian ini fokus pada pengaruh karakteristik personal, efektivitas pengendalian internal, budaya etis organisasi, dan moralitas individu pada upaya pencegahan fraud. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik personal, efektivitas pengendalian internal, budaya etis organisasi, dan moralitas individu secara bersama-sama berpengaruh pada kecenderungan terjadinya fraud.

Sumber: (Data Peneliti 2024)

2.3Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran













Sumber: (Data Diolah 2024)

2.4Model Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, ada beberapa model yang dapat digunakan tergantung pada tujuan penelitian dan pendekatan yang diinginkan. Berikut adalah beberapa model penelitian kualitatif yang umum digunakan:
1.Studi Kasus: Model ini fokus pada pengkajian mendalam pada satu kasus atau beberapa kasus yang terkait. Peneliti akan mengumpulkan data secara detail dan mendalam tentang kasus tersebut, baik melalui wawancara, observasi, atau analisis dokumen. Studi kasus dapat memberikan pemahaman yang kaya tentang konteks dan dinamika suatu fenomena.
2.Etnografi: Model ini melibatkan peneliti dalam pengamatan langsung pada suatu kelompok atau komunitas dalam jangka waktu yang lama. Peneliti akan mengamati dan berinteraksi dengan anggota kelompok tersebut untuk memahami budaya, norma, nilai, dan praktik yang ada di dalamnya. Etnografi sering digunakan dalam studi tentang masyarakat, organisasi, atau lingkungan tertentu.
3.Fenomenologi: Model ini bertujuan untuk memahami pengalaman dan makna yang diberikan oleh individu pada suatu fenomena. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan individu yang terlibat dalam fenomena tersebut untuk menjelajahi persepsi, pengalaman, dan pemahaman mereka. Fenomenologi sering digunakan dalam studi tentang pengalaman hidup, kesehatan, atau psikologi.
4.Grounded Theory: Model ini bertujuan untuk mengembangkan teori baru berdasarkan data yang dikumpulkan. Peneliti akan mengumpulkan data terlebih dahulu, kemudian menganalisis data secara sistematis untuk mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul. Dari analisis tersebut, peneliti akan mengembangkan teori yang didasarkan pada data yang ada.
5.Studi Kualitatif Multisitus: Model ini melibatkan penelitian di beberapa lokasi atau situs yang berbeda. Peneliti akan mengumpulkan data dari setiap situs, kemudian melakukan perbandingan dan analisis lintas situs untuk memahami perbedaan dan kesamaan dalam fenomena yang diteliti.
Setiap model penelitian kualitatif memiliki pendekatan dan metode yang berbeda. Penting untuk memilih model yang sesuai dengan tujuan penelitian Anda dan mempertimbangkan kekuatan dan keterbatasan dari masing-masing model. Selain itu, pastikan untuk mengikuti prinsip-prinsip etika penelitian dan menjaga kerahasiaan serta privasi partisipan penelitian. (Creswell, J.W. (2013). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches. Sage Publications. Merriam, S. B. (2009). Qualitative research: A guide to design and implementation. Jossey-Bass.)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun