Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Dongeng dan Foto Presiden

16 Maret 2012   22:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:56 253 0
Seorang anak bertanya pada ayahnya, "Ayah, apakah semua dongeng selalu dimulai dengan kalimat: pada suatu hari?"

Dengan bijak ayah menjawab, "Tidak juga, nak. Kadang dongeng modern dimulai dengan kalimat: kalau aku terpilih nanti."

Anak mengangguk tanda mengerti, lalu mulai menulis tugas mengarangnya. Dia memulainya dengan kalimat "pada suatu hari." Kalimat ini dipilih sebagai penekanan bahwa yang akan ditulisnya benar-benar dongeng. Sebuah kalimat penekanan yang umum dilakukan para penulis pelajar sebelumnya dan memiliki konotasi keajegan bahasa.

"Pada suatu hari," tulis si anak, "sekelompok mahasiswa melakukan unjuk rasa di gedung DPR untuk menyatakan penolakan mereka atas rencana pemerintah menaikan harga BBM. Para mahasiswa ini sadar betul bahwa kenaikan harga BBM nantinya akan memicu kenaikan harga di bidang lain. Hal tersebut bukan saja dapat memicu tingginya harga kebutuhan pokok, namun juga dapat memicu penurunan daya beli masyarakat, melestarikan dan memperparah tingkat kemiskinan, serta mempertajam disparitas kemakmuran."

"Orang-orang akan semakin banyak yang susah jika harga-harga terus naik. Lebih dari itu, yang mengerikan adalah kenaikan harga BBM merupakan salah satu indikasi dari ketidakbijakan keputusan yang diambil pemerintah dan indikasi dari masih kuatnya nafsu korupsi para pejabat negara. Maka mahasiswa protes atas rencana kenaikan BBM. Itu hal yang wajar. Mereka protes bukan berarti tindakan mereka berbanding sejajar dengan aksi pemakzulan, sebagaimana yang dinyatakan Menteri Pertahanan. Yang diucapkan oleh Menteri Pertahanan adalah sebuah manuver politik kepada masyarakat. Dan itu sangat keterlaluan."

"Aksi mahasiswa di gedung DPR kemudian  ditanggapi oleh Wakil Ketua DPR, Pramono Anung. Namun karena merasa tidak puas dengan penjelasan yang diberikan oleh Pramono, sebagian mahasiswa melakukan tindakan protes lebih lanjut, yakni menurunkan foto Presiden."

"Memang agak tidak sopan menurunkan foto Presiden. Tapi masih jauh lebih sopan karena tidak membakarnya. Dan itu sangat jauh lebih sopan dari membakar Presiden itu sendiri."

"Enam mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka dan terjerat Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan secara bersama-sama. Enam mahasiswa terancam kurungan selama 5 tahun. Ini baru yang dinamakan tidak wajar."

"Namun karena ini hanya sebuah dongeng, maka semua hal bisa saja terjadi; dari yang masuk akal, hingga yang paling tidak masuk akal.  Dan di dalam sebuah dongeng, para pemerannya tidak harus semua mendapatkan happy ending. Beberapa terpaksa harus dikorbankan untuk merasakan sad ending."

"Dan inilah Indonesia kontemporer; banyak realitas yang semakin terbalik-balik. Menjadi benar terkadang justru dianggap tidak baik. Maka, lebih baik ngawur supaya dianggap benar. Semua hal tersebut bisa difoto dan didokumentasikan dalam sejarah. Lalu jika suatu saat dokumentasi sejarah itu diturunkan dari tempatnya dipajang, itu bukan sebuah pengrusakan. Itu hanya sebuah fase...bahwa sejarah yang begitu-begitu saja memang membosankan!"

Si anak tadi tersenyum puas saat membaca ulang dongeng buatannya. Lalu dia menunjukan pada ayahnya untuk mendapatkan penilaian. Ayah membaca dengan seksama. Pada akhir bacaannya, ayah tersenyum puas karena menyadari dongeng tulisan anaknya memang sangat baik dan relevan. Ayah cuma memberikan sebuah komentar ringan,

"Dongeng yang luar biasa, nak. Dan memang...memandang sebuah foto yang selama 5 thn lebih itu-itu saja terasa sangat membosankan."

Anak tersenyum senang. Ayah tersenyum bangga. Saya...tersenyum prihatin.

Terima kasih kepada @haspahani atas tiga buah kalimat uniknya yang kemudian saya gunakan dalam tulisan sederhana ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun